Besek Wadas
Oleh: Dahlan Iskan
Pukul 17.00 keadaan baru tenang. Ia pulang.
"Nenek itu sampai sekarang masih sakit?"
"Masih. Memang sudah tua sekali," jawabnya.
Saya sebenarnya ingin berhenti di tiap rumah. Menikmati kata-kata, gambar-gambar, dan komik yang kritis nan jenaka. Tapi saya harus pulang. Saya hanya mampir ke sini. Saya ingin pulang lewat Selo –selangkangan dua Mer itu, Merapi dan Merbabu. Dulu, ada selangkangan satu Mer lagi: Anda sudah tahu.
Saya pun pamit kepada Kiai Nur.
"Bisa dapat nomor telepon?" tanya saya.
"Hemmmm...", gumamnya sambil seperti meraba-raba sarungnya. "Handphone saya disita...," katanya.Ia pun bercerita. Di hari yang mencekam itu ia pilih tinggal di masjid. Bersama lebih 100 orang.
Mereka mujahadah –berdzikir sepanjang hari. Dengan begitu mereka tidak akan ditangkap. "Yang keluar masjid untuk wudu saja ditangkap," katanya.