Betapa Dahsyatnya Ekonomi Labbaik

Betapa Dahsyatnya Ekonomi Labbaik
Betapa Dahsyatnya Ekonomi Labbaik
Suatu kali, Hasrul berkunjung ke kantor  Departemen Agama. Ternyata ada 20-an anggota kepolisian Republik Indonesia yang ikut berangkat ke Mekah. Mereka bertugas menjaga keamanan, termasuk kerawanan lalu lintas, karena pemukiman jemaah haji Indonesia letaknya berjauhan.

Kepada seorang polisi berpangkat AIP, Hasrul bertanya. “Apakah bapak pernah bermimpi naik haji?.” “Aje gile. Pensiun pun gue gak kan mungkin naik haji,” kata polisi beretnik Betawi itu. “Pangkat cuma seginian,” katanya, tertawa lebar.

Referensi Malaysia

Wahai, alangkah dahsyatnya “ekonomi panggilan” baik di masa tenang dan masa krisis. Porsi haji, jika boleh dihitung, kira-kira 20%, setelah empat rukun lainnya,  seperti syahdatain, salat, puasa dan zakat ditunaikan. Doa Nabi Ibrahim yang meminta agar negeri berpadang pasir itu dimakmurkan Tuhan, adalah wacana yang sangat economics.

Jika Anda sehat saja, tapi tak punya kemampuan ekonomi, tak bisa menunaikan haji, begitu juga sebaliknya. Tak jarang kita dengar bahwa yang naik haji itu tak selalu orang kaya. Ada petani, nelayan atau pedagang kecil, yang ditinjau dari aset dan pendapatannya seperti tak mungkin sanggup naik haji. Mengapa?

Boleh jadi, inilah faktor non finansial, jika mengutip istilah seorang kawan saya, ekonom Jhon Tafbu Ritonga, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Bisa pula disebut berseminya need for achievment (NaCh), motivasi berperestasi yang diteorikan oleh Rostow dan Mc Clelland, sehingga calon jemaah sudi hidup efisien, tak boros dan menabung. Tujuan yang mulia itu telah melahirkan etos dan etika yang luar biasa.

Tidaklah mengherankan manakala BUMN Garuda juga meraih Rp 1,08 miliar per sekali terbang, sehingga 20% pendapatan Garuda saban tahun disumbang oleh jemaah haji. Saya pikir, Meneg BUMN Sofyan Djalal dan dirut Garuda, Emirsyah Sattar sudah selayaknya memberi apresiasi kepada jemaah haji Indonesia. Hasrul, putra Sipirok, Tapanuli Selatan itu pun mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.

Ka’bah adalah “sebuah pulau tenang” kata Muhammad Asad, penulis keturunan Yahudi Eropa beragama Muslim  itu bermetafora. Engkau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News