Biaya Pemilu Mahal, Rahmat Saleh Dorong Sistem e-Voting di Pesta Demokarsi 2029

Biaya Pemilu Mahal, Rahmat Saleh Dorong Sistem e-Voting di Pesta Demokarsi 2029
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Rahmat Saleh. Foto: Source for JPNN.com.

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Rahmat Saleh mendorong pemerintah dan penyelenggara pemilu mengkaji pelaksanaan pesta demokrasi 2029 menggunakan skema pemilihan secara elektronik (e-voting). Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan efisiensi anggaran menjadi salah satu dasar mendorong pelaksanaan pemilu mengadopsi e-voting. Selain itu, pemilih yang berhak memberikan suara di Pemilu 2029 lebih didominasi oleh generasi Z dan milenial.

Rahmat Saleh menyampaikan itu saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan penyelenggara Pemilu, di Komples Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/1). “Memungkinkan enggak sistem pemilu kita ke depan dikaji, terkait bagaimana pemilu eletronik dan digitalisasi. Itu bisa menjadi perhatian khusus dan menjadi draft untuk pembahasan tahapan ke depan,” kata Rahmat Saleh.

Dia menyampaikan bahwa digitalisasi dalam penyelenggaraan pemilu diharapkan mengikis angka golput.  Meski demikian, Rahmat mengakui, pembahasan mengenai usulan penerapan e-voting perlu melibatkan berbagai pihak lainnya, sebut saja Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Polri.  “Dalam kehidupan saat ini, masyarakat, khususnya gen Z dan milenial kesehariannya tak bisa dipisahkan dari gadget. Dengan adopsi e-voting, kami berharap juga akan membuat angka golput menjadi berkurang,” lanjut dia seusai RDP.

Rahmat menambahkan aspek jaringan internet yang memadai, keamanan siber, dan lainnya, juga harus dipikirkan agar penerapan konsep e-voting tak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu saja atapun serangan siber.  “Keamanan data itu mutlak disertakan dalam konsep pemilu berbasis e-voting,” jelas legislator PKS dari Daerah Pemilihan I Sumatera Barat, itu.

Terpisah, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sri Yanuarti berpendapat penerapan e-voting pada pemilu di Indonesia dapat diterapkan, namun tak berlaku di seluruh nusantara.  Menurut dia, kendala utama adalah ketidakmerataan infrastruktur di Indonesia. “Dengan kondisi geografis yang perbedaannya sangat ekstrim antarpulau di Indonesia, agak sulit kalau semua pakai e-voting,” katanya melalui pesan elektronik.

Sri mengatakan, jika mau diterapkan, paling dilakukan kombinasi e-voting untuk daerah urban, yang mana insfrastruktur sudah siap. Untuk rural (daerah pedesaan atau pedalaman) mestinya manual. “Juga perlu dipikirkan kerentanan sistem elektronik yang gampang di-hack atau diretas. Makanya, di US meski negaranya maju, masih pakai manual,” ucap Sri.

Dia menambahkan meski generasi muda lekat dengan gadget, tetapi digitalisasi dalam pemungutan suara tidak lantas akan berpengaruh terhadap berkurangnya golput.  “Menurut pendapat saya, e-voting tidak secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya suara golput. Bagaimanapun pilihan seseorang dalam pemilu (pilpre sampai pilkada) akan sangat ditentukan oleh perfomance kandidat dan juga seberapa besar politik uang dimainkan,” katanya.

Revisi UU Pemilu

Biaya pemilu mahal, anggota Komisi II DPR Rahmat Salet mendorong pemerintah dan penyelenggara pemilu mengkaji penggunaan e-voting.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News