Big Dusta

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Big Dusta
Contoh platform media sosial yang menjadi bahan pengumpulan big data. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.com.

Tidak ada pemihakan kepada kebenaran.

Eikasia, begitulah Plato menyebutnya. 

Sebuah pendapat tentang kenyataan yang disampaikan orang lain yang dinilai ahli, padahal pendapat pakar itu keliru atau menyesatkan karena di balik batu ada udang yang bersembunyi.

Para buzzer dan influencer memengaruhi opini publik sampai menjadi silau dan tidak mampu lagi melihat realitas yang sesungguhnya. Para ahli atau expert sudah mati, "the death of expertise’’. 

Para profesor dan guru besar kalau suara dari buzzer dan influencer yang lebih dipercaya para manusia gua.

Plato mengingatkan agar kita berusaha menemukan kebenaran sejati, noesis, pengetahuan dari penglihatan jiwa bukan sekadar penampilan mata. 

Menemukan kebenaran yang sesungguhnya, tidak sekadar membebek dan menjadi Pak Turut yang sudah kehilangan daya kritis.

Kita hidup pada era manusia gua, dan para pakar kehilangan otoritasnya. 

Klaim big data 120 juta suara menghendaki pemilu ditunda dan masa jabatan Jokowi diperpanjang, menjadi perbincangan. Benar big data, atau hanya big dusta?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News