Bijak Bermedia Sosial dan Pertahankan Identitas Budaya, Saring Sebelum Sharing

Gambar penampilan yang diidealkan di media sosial, cenderung mengalami citra tubuh negatif, membanding-bandingkan sehingga bisa menimbulkan sejumlah gangguan psikologi.
"Paling penting adalah menjaga privasi kita. Terbukanya data pribadi kita sekarang bisa bocor ke mana-mana," katanya.
Beberapa kondisi pelanggaran privasi marak dijumpai akibat terbukanya media sosial seperti kebocoran data, cyber-stalking, mengambil dan mengunggah foto ataupun video tanpa izin, serta mengabaikan hak cipta.
Berikutnya muncul fenomena Fear of Missing Out (FOMO) yakni adanya kecemasan ketika kita tertinggal berita atau tren atau sesuatu yang baru dan viral.
Namun, juga bagi Lodewijk, sebagai sebuah budaya baru hadirnya media sosial ibarat pedang bermata dua.
"Di satu sisi ada manfaat positif yang kita rasakan. Kecepatan komunikasi, mengembangkan hubungan dan jaringan sosial, membuka kesadaran informasi terbaru dan isu-isu penting," kata Lodewijk.
Media sosial juga menjadi wadah untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan kreativitas.
"Saya berharap kita dapat menjadi agen untuk memberikan sosialisasi tentang etika bermedia sosial. Mulailah dari lingkungan diri sendiri," kata Lodewijk.
Masyarakat diajak bijak dalam bermedia sosial dan mempertahankan identitas budaya.
- Dari Jepara ke Dunia, Natural Wood Sukses Tembus 25 Negara
- Tanam Pohon di Danau Raja, Irjen Herry Ajak Masyarakat Cintai Lingkungan Lewat Adat dan Budaya
- Soal Parapuar, BPOLBF: Tak Ada Pencaplokan, Pendekatan Berbasis Semangat Budaya ‘Lonto Leok’
- IGMJ 2025, Event Musik yang Menyatukan Budaya, Alam, dan Seni dalam Satu Panggung
- Indosat Sukses Jaga Stabilitas Jaringan saat Lonjakan Trafik Data 21% pada Lebaran 2025
- Muncul Gerakan Kontra UU TNI, Nama Presiden Prabowo Disorot Warganet