Biofarmakologi sebagai Blue Economy: Potensi Cuan dan Pahalanya Besar

Biofarmakologi sebagai Blue Economy: Potensi Cuan dan Pahalanya Besar
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) KKP menggelar Bincang Bahari Bersama MKP di Universitas Indonesia (UI) Jakarta dalam rangka memperingati World Ocean Day 8 Juni 2024, pada Kamis (6/6/2024). Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Paradigma pembangunan saat ini bergeser dari economic growth semata menjadi sustainable development atau pembangunan berkelanjutan.

Pendekatannya yang paling populer adalah ekonomi biru (blue economy) dan sedang diimplementasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kementerian yang didirikan Gus Dur 25 tahun silam. 

Dalam rangka memperingati World Ocean Day 8 Juni 2024, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) dari KKP menggelar Bincang Bahari Bersama MKP di Universitas Indonesia (UI) Jakarta pada Kamis, 6 Juni 2024.

Acara yang dihadiri lebih 400 peserta itu mengangkat tema tentang Potensi Laut Indonesia Menyongsong Indonesia Emas 2045”, dengan  pokok bahasan “Kontribusi Biofarmakologi Kelautan sebagai Ekonomi Biru ”. 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa ekonomi biru sejatinya merupakan penyeimbangan antara ekonomi dengan ekosistem laut, artinya ekonomi harus tetap bertumbuh (growth) namun lingkungan laut juga harus diperhatikan, sehingga daya dukungnya akan terus terjaga dan memberikan manfaat sampai anak cucu nantinya.

Wakil Rektor UI Bidang Aset dan SDM, Prof. Dr. Ir. Dedi Priyadi, DEA juga ingin menjadikan World Ocean Day sebagai momentum meningkatkan kesadaran bersama dalam menjaga laut.

Salah satu usaha kelautan yang produktif dan sejalan dengan blue economy adalah biofarmakologi kelautan (marine pharmaceutical biotechnology). Prospek ekonomi industri biofarmakologi ternyata juga memiliki potensi cuan yang besar, bahkan dapat berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Hal ini antara lain karena obat dan bahan obat 90 persen lebih masih diimpor, termasuk didalamnya obat bahan alam (OBA) yang bersumber dari biota laut/perairan. Nilai impor obat dan bahan obat rata – rata Rp 52 triliun per tahun. 

Paradigma pembangunan saat ini bergeser dari economic growth semata menjadi sustainable development atau pembangunan berkelanjutan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News