Biofarmakologi sebagai Blue Economy: Potensi Cuan dan Pahalanya Besar

Biofarmakologi sebagai Blue Economy: Potensi Cuan dan Pahalanya Besar
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) KKP menggelar Bincang Bahari Bersama MKP di Universitas Indonesia (UI) Jakarta dalam rangka memperingati World Ocean Day 8 Juni 2024, pada Kamis (6/6/2024). Foto: source for jpnn

Berdasarkan data BPS, kontribusi PDB dari industri kimia, farmasi dan obat tradisional juga cukup besar, mencapai Rp 357 triliun pada 2022, didalamnya juga termasuk kimia, farmasi dan obat tradisional dari biota laut/perairan.

Hal ini tentunya perlu percepatan pengembangan biofarmakologi, agar nilai ekonomi ini dapat dinikmati  di dalam negeri, lebih lagi ketersediaan biotanya sebagai bahan baku bahan aktif sediaan farmasi juga melimpah dan dapat dikultivasi di berbagai wilayah nusantara.

“Banyak sekali biota kelautan kita sebagai satu peluang untuk kepentingan protein, belum lagi untuk kepentingan farmasi juga banyak sekali”, ujar Trenggono. Ia menambahkan bahwa jurusan farmasi dan biologi, dapat mengeksplorasi dan mengembangkannya sebagai suatu potensi, termasuk minyak ikan.

Sementara itu, Direktur Jenderal PKRL, Victor G. Mannopo yang didapuk sebagai Wakil Ketua II Bidang Bahan Baku Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka berdasarkan Kepmenko PMK Nomor 10 Tahun 2024, menyampaikan bahwa pengembangan biofarmakologi terus dilakukan, termasuk mendaftarkan bahan aktif berbasis biota perairan kedalam database bahan obat terdaftar di Badan POM, dan mendaftarkan beberapa bahan aktif sebagai fitofarmaka.

Sepakat dengan Victor, Dekan Fakultas Farmasi UI, Prof. Dr. Arry Yanuar, M.Si, A.Pt sangat menyambut baik upaya tersebut.

“Kami orang Kimia-Farmasi melihat apa yang terkandung didalam biota – biota laut, dan banyak sekali zat bioktif baru yang diperoleh dari perairan Indonesia misalnya Manadoperoxide B, Biaketide, Barangamide-A, dan banyak lagi”, ujarnya. Ekstrak microalgae dapat juga digunakan untuk imunisasi secara oral maupun suntik yang dapat melawan infeksi penyakit, demikian juga teripang untuk anti kanker. 

Selain peluang ekonomi yang tinggi, pengembangan bahan obat yang berbasis OBA dan harganya yang terjangkau juga akan mendorong kesehatan nasional karena bahan aktif yang lolos fitofarmaka akan masuk kedalam daftar obat prioritas  program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun, pengembangan bahan baku obat yang melibatkan masyarakat belum dilakukan secara optimal, sehingga diperlukan kolaborasi berbagai pihak, termasuk UMKM, Perguruan Tinggi dan Industri.

Paradigma pembangunan saat ini bergeser dari economic growth semata menjadi sustainable development atau pembangunan berkelanjutan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News