Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda
Oleh Dahlan Iskan
’’Saya tidak perlu menemani ibu terus. Saya bisa kerja. Tiap hari saya tinggal memberi uang sekian juta. Ibu saya bisa sibuk sehari penuh. Bersenang-senang. Berjudi dengan teman-teman seusianya,’’ katanya. Dia gembira. Sudah merasa bisa berbakti kepada ibunya. Membahagiakannya.
Lain lagi dengan isi curhat di saat politik panas seperti belakangan ini. Semua berkaitan dengan politik. Termasuk kuburan tadi. Dan hubungan antar-ras. Mereka memang mengidolakan Ahok. Ada yang sampai nangis-nangis saat Ahok kalah. Hanya Ahok-lah orang hebat itu. Seolah-olah.
Saya juga suka Ahok. Mata Najwa pernah menggelari kami bertiga sebagai cowboy-nya Indonesia: Ahok, Bu Susi, dan saya.
Media sosial memang luar biasa membakar emosi. Sampai tidak lagi peduli mana info yang benar. Atau yang ngawur. Atau yang sengaja dingawur-ngawurkan. Mereka cenderung percaya begitu saja. Kebetulan lagi cocok dengan emosinya. Tidak perlu pikir panjang.
Dikira gampang untuk tiba-tiba menjadi Syria. Atau membunuh orang kafir. Ini sangat menakutkan. Mengerikan. Saya sangat memahami. Saya bisa merasakan ketakutan mereka itu. Apalagi memang benar-benar terjadi sampai ada iringan anak-anak yang nyanyiannya, ’’Bunuh, bunuh, bunuh si Ahok... Bunuh si Ahok sekarang juga’’ (lihat tulisan di JP edisi Minggu kemarin).
Padahal, menjadi Syria itu tidak gampang. Banyak sekali syaratnya. Dan untuk membunuh kafir, lebih banyak lagi rambunya. Syarat dan rambu itu sulit sekali dipenuhi di Indonesia. Tapi, medsos menggambarkannya berbeda. Seolah Indonesia akan jadi Syria besok pagi. Dan orang kafir dihabisi nanti malam.
Wartawan kami di Bangka Belitung bisa melihat kebalikannya. Kuburan itu baik-baik saja. Tidak ada gangguan sedikit pun. Sorenya saya suruh balik lagi ke kuburan itu. Lihat yang benar mengapa kaca itu retak.
Retakan itu ternyata sudah sangat lama. Menurut penjaga makam karena terik matahari. Kaca foto di makam lain juga ada yang seperti itu.