BMAD Ubin Keramik Picu Retaliasi, Indonesia Berpotensi Kehilangan Surplus Perdagangan Rp 129 T dari China

BMAD Ubin Keramik Picu Retaliasi, Indonesia Berpotensi Kehilangan Surplus Perdagangan Rp 129 T dari China
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah. Foto dok pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyoroti dampak pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap keramik China bisa memicu retaliasi atau tindakan balasan dari negeri tirai bambu tersebut terhadap barang-barang dari Indonesia.

Menurut dia, Indonesia menghadapi risiko yang lebih besar salah satunya kehilangan surplus perdagangan hingga mencapai Rp 129 triliun dari China, akibat tuduhan adanya dumping dan penerapan BMAD.

Apalagi, Kamar Dagang Logam, Mineral, dan Kimia Tiongkok atau China Chamber of Commerce of Metals, Minerals & Chemicals Importers & Exporters (CCCMC) telah melayangkan surat protes keras atas kajian Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang dianggap tidak kredibel.

“Sebetulnya, ini risiko yang harus kita hadapi ketika kita memutuskan bahwa China melakukan praktik dumping dan kita kenakan bea masuk, dan ini ada risiko," kata Piter Abdullah saat dihubungi, Rabu (14/8/2024).

“Bagaimana kemudian China melakukan hal yang sama yang tentunya akan berdampak kepada perdagangan kita. Kalau memang benar China melakukan retaliasi, melakukan hal yang sama kepada produk kita tentu akan berdampak kepada perdagangan kita,” imbuhnya.

Piter menjelaskan China merupakan mitra utama dan strategis perdagangan Indonesia yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, jika terjadi perselisihan di antara Indonesia-China akan menimbulkan efek signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia.

“Karena China itu mitra perdagangan kita, mitra utama, mitra terbesar dari perdagangan kita, kita banyak ekspor ke sana walaupun kita juga banyak melakukan impor,” urainya.

Piter mengingatkan pemerintah Indonesia agar tidak gegabah menerapkan kebijakan tersebut, mengingat hasil temuan KADI yang mengusulkan penerapan BMAD itu dianggap tidak memiliki data kredibel dan terlalu tendensius.

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyoroti dampak pengenaan BMAD terhadap keramik China.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News