BMT UGT Nusantara Dorong Digitalisasi dan Modernisasi Koperasi dalam RUU Perkoperasian

Abd Majid Umar menyoroti persoalan politisasi jabatan, di mana 82 persen kepala dinas koperasi berasal dari jabatan politis, yang berdampak pada inkonsistensi kebijakan.
Selain itu, kompetensi pengawas juga menjadi perhatian, dengan 73 persen pengawas tidak tersertifikasi dan 65 persen tidak memahami audit modern.
“Manajemen risiko juga masih lemah. Pelatihan yang lebih komprehensif perlu diterapkan,” katanya.
Digitalisasi koperasi menghadapi berbagai hambatan, mulai dari dualisme sistem pencatatan (manual dan digital), keamanan data yang rentan, hingga minimnya infrastruktur digital.
“Sebanyak 75 persen koperasi belum memiliki sistem keamanan yang memadai, ini meningkatkan risiko kebocoran data anggota,” jelas Abd Majid Umar.
Selain itu, beban pajak yang tinggi juga menjadi kendala utama koperasi.
“Sebesar 15 persen dari surplus harus dialokasikan untuk pajak, ini menambah beban administratif koperasi,” ungkapnya.
Dia mengusulkan reformasi perpajakan dengan pemberian insentif khusus dan penyederhanaan administrasi pajak untuk koperasi.
Transformasi koperasi memasuki babak baru seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian 2025 di DPR.
- Sekda Sumsel & Wamen Koperasi RI Resmikan Pembentukan Koperasi Merah Puti Ponpes Al Ittifaqiah
- PP Hima Persis Hadirkan Aplikasi Satind Sebagai Upaya Digitalisasi Organisasi
- Manfaatkan Digitalisasi, PLN IP Sukses Jaga Keandalan Pasokan Listrik Selama Libur Lebaran
- Catatan Kritis Revisi UU Perkoperasian 2025: Kembalikan Jati Diri Koperasi
- Titiek Puspa Jalani Operasi akibat Pecah Pembuluh Darah, Ingrid Kansil Bakal Jenguk
- Anggota Dewan DIY Dorong Terwujudnya Regulasi Smart Province