BNP2TKI Pemerintah telah Maksimal untuk Tuti Tursilawati
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Kerja Sama Luar Negeri BNP2TKI, Freddy Martin Panggabean menyampaikan pemerintah telah banyak melakukan langkah untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Termasuk untuk PMI Tuti Tursilawati (33) asal Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Tuti dieksekusi mati oleh pengadilan di Arab Saudi pada Senin, 29 Oktober 2018.
“Khusus PMI Tuti semua langkah sudah pemerintah lakukan. Mulai dari litigasi dan non-litigasi sudah kita lakukan, dan menunjuk serta menyiapkan pengacara juga telah dilakukan untuk mendampingi PMI Tuti,” ujar Freddy dalam diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema 'Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia' di Media Center MPR/DPR RI, Senin (5/11).
Freddy mengatakan, Presiden sudah dua kali mengirim surat kepada Raja agar PMI Tuti Tursilawati dibebaskan.
Selain itu pihak konsuler telah 47 kali mengunjungi Tuti semasa dalam tahanan, serta tiga kali memfasilitasi orang tua Tuti yaitu Iti Sarniti ke Arab Saudi untuk bertemu Tuti.
“Memang ada yang berbeda dalam proses hukum di Arab Saudi. Dalam masa inkrah kita terus mengupayakan agar PMI Tuti bisa bebas. Kami berharap kasus yang menimpa PMI Tuti, tidak sampai menimpa PMI lagi. Kita tidak berharap yang terjadi dengan Tuti, tidak terulang dan tidak kecolongan lagi,” jelasnya.
Menurut Freddy, aspek perlindungan dan mekanisme harus jelas untuk PMI jika ingin bekerja di Luar Negeri.
Seperti PMI bisa bekerja secara Live out System, atau tidak tinggal di rumah majikan. Bahkan sebelum berangkat, terlebih dahulu PMI dibekali dengan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).
“Setiap ada PAP, detail diberikan penjelasan terkait sihir. PAP sudah semakin bagus, memahami tentang radikalisme, tes psikologi kita terapkan. Sehingga saat mereka bekerja sudah siap dan mengetahui hak dan kewajibannya. Jangan berangkat secara non prosedural, PMI harus bisa melindungi dirinya dan harus memahami kontrak kerja, dan kompeten,” ujarnya.
Freddy menyatakan, tidak hanya untuk Tuti, pendampingan hukum terus dilakukan untuk warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Pemerintah terus berupaya dan mendorong untuk memberikan perlindungan baik secara diplomasi maupun secara formal.
“Perlu diketahui, bahwa pemerintah belum mencabut moratorium PMI PLRT ke Timur Tengah (Timteng). Sepanjang ini belum dicabut kita tidak akan memproses untuk PMI perseorangan. Jadi, kalau ada yang menawarkan bekerja di Timteng untuk sektor PLRT jangan diterima,” pesan Freddy.
Anggota Fraksi PAN MPR RI, Yandri Susanto menyangkan kenapa kelakuan tindakan Tuti itu justru yang diadili oleh pemerintah Arab Saudi. Sementara tersangka pemerkosaan tidak diadili.
Tuti justru menjadi pesakitan dan Tuti sebenarnya melakukan pembelaan diri, tapi disayangkan Pemerintah Arab Saudi tidak melihat akar masalahnya.
“Ini tidak bisa kita biarkan, Pemerintah tidak hilang konsentrasi dengan Arab Saudi. Kita harus menaikkan daya tawar, siapa pun pemimpin harus melindungi rakyatnya. Harapan kita harus dirumuskan, siapapun WNI yang terancam hukuman mati, harus di bela oleh Negara,” jelasnya.
Anggota Fraksi Golkar MPR RI, Ichsan Firdaus menyatakan, pengiriman PMI tidak hanya dilakukan oleh swasta, tapi bisa lewat skema Government to Government (G to G).
Dengan kasus Tuti, moratorium jangan dicabut dulu, dan pemerintah harus punya bargaining agar kasus ini tidak terulang kembali.
“Kita harus melindungi PMI, kita juga harus mengubah pola penempatan PMI dari unskill menjadi skill dan ini harus diperkuat. Jangan sekali kali mengirim PMI tanpa aturan yang jelas,” ujar Ichsan. (jpnn)
Presiden sudah dua kali mengirim surat kepada Raja Arab Saudi agar PMI Tuti Tursilawati dibebaskan.
Redaktur & Reporter : Natalia
- Himsataki Taruh Harapan Besar pada Menteri Perlindungan PMI dan Menaker yang Baru
- Anak Buah AKBP Triyadi Bergerak, Mbak Natalia Cs Gagal Berangkat ke Malaysia
- Memerdekakan Pekerja Migran, Kepala BP2MI: Negara Tidak Boleh Kalah dari Sindikat
- BNP2TKI: Polandia Sebagai Negara Potensial Bagi PMI
- Tokoh NTT Menyoroti Persoalan Perdagangan Manusia Berkedok TKI Ilegal
- Jepang Butuh 350 Ribu Pekerja Lulusan SMK, Indonesia Hanya Pasok 100 Ribu