Bohong Ala Giring
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Hoaks akan diakui kebenarannya tanpa pembuktian, karena ikatan emosional banyak orang telah tertuju pada tesis yang sama dan biasanya bersifat menghakimi.
Saat itu terjadi, maka suatu kebohongan pun telah menjadi argumen yang bahkan mengalahkan fakta objektif.
Terlebih lagi jika fakta yang sebenarnya sangatlah tidak menyenangkan atau membuat masyarakat tidak nyaman.
Makin banyak orang yang tidak menyukai fakta itu, maka akan makin tidak dipercayai pula kebenaran yang telah dibuktikan tersebut. Seiring dengan ditinggalkannya fakta, kebohongan yang menyenangkan akhirnya akan lebih dipercayai oleh masyarakat luas.
Seseorang juga dapat dengan mudah menjadi kambing hitam karena terjadinya fenomena ini. Sesuatu yang sebetulnya tidak benar terpaksa diangkat menjadi patokan kebenaran karena tekanan publik yang mengiyakan kesalahan tersebut.
Banyak yang telah menjadi korban scapegoat seperti ini. Ucapan Giring dianggap provokatif untuk mencari panggung politik dengan mengeksploitasi kebencian terhadap figur tertentu, dalam hal ini Anies Baswedan.
Serangan itu kemudian diamplifikasi melalui media sosial sebagai upaya panjat sosial alias pansos.
Warganet dapat mengarak seseorang dan menghakiminya karena dianggap telah melakukan hal negatif yang sebetulnya tidak ia lakukan, tetapi sudah telanjur menjadi kesalahan yang dibenarkan.
Nama Giring tenggelam, nyaris tidak terdengar. Tiba-tiba beberapa hari terakhir ini namanya muncul lagi dan menjadi viral.
- Hasto Bakal Kirim Buku Pak Sabam Biar Ara Sirait Melakukan Perenungan
- Tuduh Ara Bermain SARA di Pilkada Jakarta, PDIP Bakal Tempuh Langkah Hukum
- Pramono Dinilai Sengaja Tak Umbar Dukungan PDIP di Alat Peraga Demi Raup Massa Anies
- Anies Dukung Pramono – Rano Karno, Brando Susanto: Jakarta Jadi Contoh Demokrasi yang Sejuk
- Ingin Pembangunan Jatim Dilanjutkan, Kaesang Dukung Khofifah-Emil
- Analisis Qodari Soal Pilkada Jakarta 2024, Soroti Sikap Anies Dukung Pram - Rano