Bohong Ala Giring

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Bohong Ala Giring
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Hoaks akan diakui kebenarannya tanpa pembuktian, karena ikatan emosional banyak orang telah tertuju pada tesis yang sama dan biasanya bersifat menghakimi.

Saat itu terjadi, maka suatu kebohongan pun telah menjadi argumen yang bahkan mengalahkan fakta objektif.

Terlebih lagi jika fakta yang sebenarnya sangatlah tidak menyenangkan atau membuat masyarakat tidak nyaman.

Makin banyak orang yang tidak menyukai fakta itu, maka akan makin tidak dipercayai pula kebenaran yang telah dibuktikan tersebut. Seiring dengan ditinggalkannya fakta, kebohongan yang menyenangkan akhirnya akan lebih dipercayai oleh masyarakat luas.

Seseorang juga dapat dengan mudah menjadi kambing hitam karena terjadinya fenomena ini. Sesuatu yang sebetulnya tidak benar terpaksa diangkat menjadi patokan kebenaran karena tekanan publik yang mengiyakan kesalahan tersebut.

Banyak yang telah menjadi korban scapegoat seperti ini. Ucapan Giring dianggap provokatif untuk mencari panggung politik dengan mengeksploitasi kebencian terhadap figur tertentu, dalam hal ini Anies Baswedan.

Serangan itu kemudian diamplifikasi melalui media sosial sebagai upaya panjat sosial alias pansos.

Warganet dapat mengarak seseorang dan menghakiminya karena dianggap telah melakukan hal negatif yang sebetulnya tidak ia lakukan, tetapi sudah telanjur menjadi kesalahan yang dibenarkan.

Nama Giring tenggelam, nyaris tidak terdengar. Tiba-tiba beberapa hari terakhir ini namanya muncul lagi dan menjadi viral.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News