Bonus Demografi sebagai Potensi Indonesia di ASEAN
jpnn.com - KEPUTUSAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 di Bali tahun 2003 menghasilkan sebuah perjanjian untuk menyelenggarakan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 atau sering disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan mulai tanggal 31 Desember 2015. MEA adalah sistim perekonomian bebas dimana produk barang, jasa, dan tenaga kerja bebas keluar masuk ke negara lain di kawasan ASEAN. Indonesia perlu untuk bersiap diri dengan baik menuju pada AEC 2015.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2014 dibandingkan dengan semester I 2013 cukup tinggi yaitu di level 5,17 (BPS, 2014). Besarnya tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan jumlah tenaga kerja, kenaikan modal fisik atau SDA, dan kenaikan produktivitas yang turut mendorong meningkatnya Gross Domestic Product (GDP). Melihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan jumlah demografi yang besar, Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ke-7 dunia pada tahun 2030.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 255 juta jiwa dengan 67,3% atau sekitar 172 juta jiwanya adalah penduduk usia produktif angkatan kerja. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang proyeksi jumlah penduduk Indonesia menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 296 juta jiwa pada tahun 2030 dengan jumlah angkatan kerja mencapai 68.1% atau 202 juta jiwa (Bappenas, 2013)
Selain itu, data World Bank menyebutkan bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara yang memiliki potensi bidang ketenagakerjaan dengan jumlah angkatan kerja mencapai 69% dari total populasi, dengan tingkat Dependency Ratio hanya 43%, yang artinya bahwa 100 angkatan kerja berbanding dengan 43 yang bukan angkatan kerja. Masa-masa tersebut akan menjadi potensi emas bagi Indonesia di sektor ketenagakerjaan. Potensi inilah yang disebut sebagai “bonus demografi” , lihat Grafik 1.
Di Indonesia, tenaga kerja terbagi dalam 3 sektor utama, yaitu sektor agriculture, industry, dan service. Jumlah tenaga kerja ketiga sektor tersebut mengalami perubahan seiring dengan perubahan perekonomian Indonesia.
tahun 2002-2007 jumlah tenaga kerja sektor industri Indonesia tetap pada tingkat 19% yaitu sekitar 17 sampai 18 juta tenaga kerja. Sedangkan pada periode yang sama, jumlah tenaga kerja sektor agriculture mencapai lebih dari 40% dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Namun, jumlah tenaga kerja sektor agriculture Indonesia terus mengalami penurunan selama 10 tahun terhitung dari tahun 2002 hingga 2012. Keadaan ini berbanding terbalik dengan luas lahan agriculture (Agricultural Land) di Indonesia yang mengalami peningkatan dari 2007 sampai 2012 yaitu dari 51 juta hektar menjadi 56,5 juta hektar dari luas wilayah Indonesia (data World Bank). Penyebab menurunnya jumlah tenaga kerja sektor agriculture adalah karena peralihan pekerjaan ke sektor industri dan jasa, ditambah dengan arus urbanisasi yang tinggi mencapai 50%.
Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja sektor jasa Indonesia meningkat hingga mencapai 43% atau 48 juta tenaga kerja yang awalnya hanya 40% atau 40 juta di tahun 2007. Selain karena alih pekerjaan dari sektor agriculture, peningkatan ini juga terjadi dikarenakan terbukanya banyak lapangan pekerjaan di bidang jasa seperti perdagangan ritel, pendidikan, perhotelan, transportasi darat, administrasi pemerintah, dan layanan domestik.
Jumlah tenaga kerja Indonesia di sektor industri juga meningkat dari 19 juta tenaga kerja (19%) pada tahun 2007 menjadi 25 juta tenaga kerja (22%) di tahun 2012. Hal ini terjadi karena penerapan tingkat upah minimum yang meningkatkan jumlah tenaga kerja sektor industri dan berkembangnya sektor industri Indonesia, selain itu, karena meningkatnya permintaan produk Indonesia di pasar internasional yang mempengaruhi naiknya permintaan tenaga kerja sektor industri.
KEPUTUSAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 di Bali tahun 2003 menghasilkan sebuah perjanjian
- Darurat Penyelamatan Polri: Respons Terhadap Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
- Mengenang Thomas Stanford Raffles, Perintis Resident Court Dalam Sistem Juri di Hindia Belanda
- Menolak Lupa!: Pentingnya Pilkada Langsung Dalam Kehidupan Demokrasi Bangsa Indonesia
- Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
- Quo Vadis Putusan MK Soal Kewenangan KPK Dalam Kasus Korupsi TNI: Babak Baru Keterbukaan & Kredibilitas Bidang Militer
- Menelusuri Jejak Pelanggaran Etika Bisnis: Pinjaman Online Ilegal