BPIP: Menangkal Pelemahan Budaya Hukum Lewat Penegakan Etika Berbangsa dan Bernegara

BPIP: Menangkal Pelemahan Budaya Hukum Lewat Penegakan Etika Berbangsa dan Bernegara
Para pembicara diskusi kelompok terpumpun (FGD) Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara bertema Budaya Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/9/2024. Foto: Humas BPIP

Krisis keteladanan penyelenggara negara menjadikan penanaman nilai integritas pada Masyarakat menjadi sulit.

Bagaimana bisa mengkapitalisasi kualitas bonus demografi jika anak muda dipolitisasi menjadi buzzer dan dijauhkan dari nilai-nilai etika.

“Tidak pernah ada upaya signifikan untuk meningkatkan anak muda. Bahkan sering dikatakan akan ada Indonesia Emas. Indonesia Emas itu kan besok akan seperti apa, sekarang kondisi kita sepetti apa, kemudia dibuat modifikasi seperti apa untuk mencapai itu. Ini sama sekali tidak ada, yang ada hanyalah anak muda yang digunakan sebagai influencer,” kata Koentjoro, Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Pada akhirnya penegakan sistem etika harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat baik penyelenggara negara sebagai tauladan hingga masyarakat umum.

Berdasarkan problematika tersebut diperoleh beberapa rekomendasi sebagai berikut:

Hukum:

1. Perlu dibentuk undang-undang Lembaga Kepresidenan yang mengatur etika Presiden sebagai Kepala Pemerintahan, khususnya etika pada masa transisi jabatan (lame duck period). 

2. Dalam merumuskan hukum harus mengedepankan supremasi etika, bukan sekadar supremasi hukum sehingga yang tercipta benar-benar rule of law yang berkeadilan dan sesuai dengan nilai-nilai etika, bukan rule of man by using law, bukan hukum dibuat sebagai sarana perselancaran niat terselubung atas kepentingan tertentu.

Resultante dari kekisruhan etika dan tekanan politik seperti ini bermuara pada budaya oligarki dalam prikehidupan berpolitik, bernegara dan berbangsa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News