BPIP: Menangkal Pelemahan Budaya Hukum Lewat Penegakan Etika Berbangsa dan Bernegara

BPIP: Menangkal Pelemahan Budaya Hukum Lewat Penegakan Etika Berbangsa dan Bernegara
Para pembicara diskusi kelompok terpumpun (FGD) Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara bertema Budaya Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/9/2024. Foto: Humas BPIP

3. Perlu pembentukan UU tentang Etika Berbangsa dan Bernegara dan Mahkamah Etika Nasional. Keduanya menjabarkan 6 substansi etika dalam TAP MPR 6/2001 dan infrastruktur pendukungnya.

Politik dan Kebijakan: 

1. Pembentukan sistem yang terpisah antara peradilan hukum dan peradilan etika sehingga tidak terjadi fenomena peradilan hukum mengoreksi dan mendistorsi putusan peradilan etika seperti yang terjadi pada kasus penetapan sanksi etis oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianulir putusannya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

2. Mengonseptualisasi sistem etika pejabat publik mulai dari etika penyelenggara negara sampai pada organisasi profesi, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi sosial keagamaan, organisasi politik, lembaga pendidikan, organisasi kebudayaan, dunia usaha serta para pemangku kepentingan dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia.

3. Mengembalikan politik dan kebijakan berbasis intelektualitas dengan pelibatan para intelektual, scholars, cendekiawan, bukan kebijakan berbasis viralitas dan hegemoni para buzzer.

4. Memberantas pemborosan impor dan kapitalisasi sumber daya pangan secara besar-besaran yang membunuh produksi dalam negeri dan kesejahteraan produsen dalam negeri karena imbalan ekonomi dari importir asing yang diberikan kepada para elite politik.

5. Perlu adanya sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk membahas isu-isu lingkungan hidup dan sumber daya alam seperti pemanasan global, eksploitasi tanah, bahan bakar fosil dan lain sebagainya.

6. Perlu mengembangkan daya kritis masyarakat sebagai upaya pengawasan terhadap pemerintah dan penyelenggara negara, jangan ada pengkultusan terhadap pemimpin sehingga rakyat membabi buta dalam penghambaan diri terhadap pimpinan dengan harapan balas budi dari pemimpin.

Resultante dari kekisruhan etika dan tekanan politik seperti ini bermuara pada budaya oligarki dalam prikehidupan berpolitik, bernegara dan berbangsa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News