BPOM Minta Pelaku Usaha Kosmetik Pahami Regulasi Kontrak Produksi
jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta para pelaku usaha kosmetik memahami regulasi kontrak produksi.
Hal itu dikemukakan Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam live talkshow bertema "Prospek & Tantangan Kosmetik Kontrak", Series Podcast POSITIF (Podcast Kosmetik Inspiratif), dan Virtual Expo Kontrak Produksi Kosmetik, Senin (10/7).
Penny mengatakan geliat pertumbuhan bisnis kosmetik secara global maupun di Indonesia saat ini pesat.
Sebagian besar rising star pelaku usaha kosmetik, lanjut Penny, berawal dari startup atau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Lebih dari 50 persen nomor izin edar (NIE) produk yang disetujui BPOM lima tahun terakhir adalah NIE kosmetik, yang mengindikasikan besarnya pertumbuhan usaha kosmetik," kata Penny.
Kendati demikian, hasil pengawasan BPOM selama 2020-2022 terhadap sarana Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN) kosmetik menunjukkan peningkatan sarana yang tidak memenuhi ketentuan hingga mencapai 25 persen dari jumlah diperiksa pada 2022.
Selain itu, pada 2022, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM juga melakukan penyidikan terhadap 76 perkara tindak pidana kosmetik dengan nilai keekonomian Rp 23,9 miliar.
"Selain unsur kesengajaan dari pelaku usaha, sebagian pelanggaran disebabkan pelaku usaha belum memahami regulasi kontrak produksi, termasuk tanggung jawab terhadap kualitas kosmetik di peredaran," ujar Penny.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta para pelaku usaha kosmetik memahami regulasi kontrak produksi, simak selengkapnya.
- Industri Kosmetik Tumbuh Menjanjikan, Wamenperin: Didominasi Personal Care
- Larangan BPA di UE Mulai 2024, Kapan Indonesia Menyusul?
- Kata Pakar soal BPA pada Galon Polikarbonat, Mitos atau Fakta?
- Industri Kosmetik Makin Kompetitif, Produsen Gencar Luncurkan Produk Baru
- Bernardi, Produk Inovatif untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumen Modern
- Bea Cukai Bersama BPOM & Asperindo Gelar FGD Bahas Pengawasan Impor Obat dan Makanan