Brutus
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Sebagai ketua umum partai, Mega merasa mempunyai kuasa untuk menentukan siapa yang layak ditugaskan mengisi pos-pos eksekutif, mulai dari level kabupaten/kota sampai ke level presiden. Mega ingin menjadi 'the king maker' yang tidak tersaingi.
Akan tetapi, Jokowi punya pikiran lain. Dia juga ingin menjadi the king maker untuk memilih siapa yang menjadi suksesornya.
Oleh karena itu, Jokowi menjadi gerah ketika mulai muncul wacana PDIP berkoalisi dengan Gerindra untuk mengusung Prabowo-Puan pada Pilpres 2024.
Ketika Prabowo bersedia bergabung ke kabinet Jokowi pascapilpres yang panas pada 2019, banyak yang mempertanyakan kompensasi apa saja yang bakal diterima mantan Danjen Kopassus itu sebagai mitra koalisi.
Kompensasi dua pos menteri, yaitu menteri pertahanan dan menteri perikanan dan kelautan, dianggap terlalu murah bagi Prabowo.
Oleh karena itu, muncul spekulasi bahwa Prabowo akan menerima kompensasi yang lebih besar dari sekadar dua pos menteri.
Tidak lama berselang bocorlah informasi bahwa Megawati telah menyepakati 'Perjanjian Batutulis Part II’ yang berisi kesepakatan untuk menduetkan Prabowo Subianto dengan Puan Maharani.
Dengan tawaran yang cukup menggiurkan, wajar jika Prabowo tertarik dan dengan cepat menyambar tawaran itu. Perjanjian Batutulis Part I ditandatangani pada 2009 berisi pernyataan Megawati akan mendukung Prabowo pada Pilpres 2014.
Mungkinkah ada skenario lain yang menjadikan Jokowi berperan sebagai Brutus? Lantas, siapa yang menjadi Julius Caesar?
- Deddy PDIP: Saya Tersinggung, Pak Prabowo Diperlakukan Seperti Itu di Solo
- Gibran Diduga Mulai Bersiap untuk Pilpres 2029, Indikasi Berani Menelikung Prabowo?
- Besok Pilkada, Ayo Bantu Prabowo Lepas dari Pengaruh Mulyono
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024