Bu Ledia Mengingatkan Guru Honorer Jangan Langsung Senang

Bu Ledia Mengingatkan Guru Honorer Jangan Langsung Senang
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa. Foto: Mesya/JPNN.com

Menurut dia, apalagi sekarang ini skema rehabilitasi sekolah untuk kerusakan sedang dan berat itu semuanya diletakkan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).

"Itu juga skemanya memperbaiki sekolah, bukan merehabilitasi kelas per kelas. Kadang-kadang kebutuhan sekolah itu cuma kelas. Nah, karena itu perlu dipikirkan lagi supaya tidak menjadi temuan," ujarnya.

Kemudian, dari pembayaran honor yang satu per 12 itu yang harus dipikirkan adalah guru honorer mesti memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan belum punya sertifikasi.

Pada 2018 kemarin, kata dia, ada 46 ribu guru yang pensiun massal karena mereka diangkat berdasar Instruksi Presiden era Soeharto. Ketika mereka pensiun, tidak ada penggantinya karena tak ada pengangkatan lagi.

Karena tidak ada pengangkatan, bisa saja mereka yang purnatugas itu dikaryakan di sekolah sebagai guru honorer. Nah, persoalan ini mesti dipikirkan.

"Meskipun mereka dapat pensiun, apakah dengan mengajar di sekolah itu mereka dianggap kerja bakti, tidak bisa juga begitu. Dari mana mau memenuhi itu?" katanya.

Terbaru, ia mengaku ada satu kasus di mana sebuah sekolah negeri hanya kepseknya yang PNS, sedangkan sembilan hingga 12 gurunya berstatus honorer. "Ini bisa dibayangkan alokasinya (gaji dari dana BOS, red)," ujar Ledia.

Sementara, pemerhati pendidikan Asep Sapa'at menilai bahwa peningkatan anggaran untuk guru honorer dari dana BOS, tidak otomatis membuat mereka sejahtera.

Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah merespons kebijakan baru soal dibolehkannya maksimum 50 persen dana BOS untuk gaji guru honorer.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News