Buaya Keroncong Brisbane, Grup Musik Nostalgia ala WNI di Australia
Tampil di Mana-Mana, Tidak Dibayar pun Tak Apa
Mereka didukung trio backing vocal Yulina Eva Riany, Sovia Sitta Sari Maarif, dan Uswatun Qoyimah. Mereka juga punya manajer, Ahmad Khairul Umam. Profesi keseharian mereka beragam. Sebagian besar adalah dosen dan mahasiswa S-3 program doktoral. Tapi, ada pula fotografer, peneliti, serta jurnalis.
Alat musik mereka juga kian komplet. Beberapa di antaranya langsung dibeli di Indonesia karena harganya jauh lebih murah daripada di Australia. Ada pula alat musik yang harus dipesan secara khusus di Indonesia. Misalnya, bas betot. Untuk membawanya ke Australia, Agus terpaksa membeli tiket satu kursi pesawat. ’’Harga tiket pesawatnya lebih mahal dibanding harga bas betotnya,’’ tuturnya.
Bukan hanya alat musik, sound system mereka juga kian lengkap. Kini BKB mempunyai mixer, power 1.000 watt, equalizer, effect vocal, powered speaker, powered subwoofer, dan wireless microphone. Total, mereka mengeluarkan lebih dari 7.000 dolar Australia (Rp 70 juta) untuk membeli perlengkapan musik keroncong BKB.
Menurut Manajer BKB Ahmad Khairul Umam, setelah tampil perdana, berbagai tawaran manggung terus berdatangan. Mulai peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, halalbihalal, acara-acara keluarga WNI, acara kampus, bahkan beberapa kali diundang dalam acara keluarga warga Australia yang pernah tinggal di Indonesia. BKB juga beberapa kali tampil dalam festival seni yang diadakan pemerintah Australia seperti Ind-Oz maupun East West International Music.
’’Kadang kami dibayar 150 dolar, kadang 400 dolar, kadang juga gratisan. Kalau dibayar, uangnya untuk beli perlengkapan alat musik atau barbeque-an bareng-bareng. Yang penting hobi tersalurkan dan stres hilang,’’ ucap kandidat doktor ilmu politik di University of Queensland tersebut lantas tertawa.
Gitaris BKB Harry Bhaskara menambahkan, BKB bukan hanya media penyalur hobi, tapi sudah menjadi sebuah keluarga bagi para personel. Mendengar musik keroncong di negeri orang, kata jurnalis senior Jakarta Post di Brisbane itu, selalu memantik emosi, nostalgia, serta rindu bercampur jadi satu.
’’Rasanya wah banget. Saat berkumpul dengan teman-teman, rasa kangen langsung terobati,’’ tandasnya. (*/c5/ari)
Tinggal di negeri orang sering membuat jiwa nasionalisme menyala lebih terang. Itulah yang juga mengilhami terbentuknya Buaya Keroncong Brisbane,
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408