Budak

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Budak
Perdana Menteri Kerajaan Belanda Mark Rutte di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (7/10/2019). Arsip/Foto: Ricardo

Kota-kota besar di Belanda seperti Amsterdam menjadi sangat kaya, salah satunya karena perdagangan budak.

Kekayaan dari perdagangan budak ini secara tidak langsung memengaruhi gaya hidup orang Belanda, sehingga muncullah karya-karya seni hebat sebagaimana yang dihasilkan oleh Rembrandt.

Pola perbudakan Belanda sama saja dengan pola perbudakan di Amerika Utara maupun Amerika Selatan.

Negara-negara kolonial itu menyerang dan menundukkan negara yang lebih lemah dan kemudian menawan penduduknya untuk dijadikan budak.

Sejarah perbudakan Belanda dimulai pada 1634, ketika 1.000 budak diculik dari Gold Coast--sekarang Ghana—kemudian dibawa ke Brasil oleh WIC untuk bekerja di perkebunan.  

Pada tahun yang sama, WIC menundukkan Curacao, yang dengan cepat menjadi pusat perdagangan budak.

Pada 1667, Belanda merebut Suriname di pantai timur laut Amerika Selatan, yang berkembang menjadi koloni perkebunan dan sangat bergantung pada tenaga kerja budak dari Afrika. 

Untuk mengisi tenaga kerja di Suriname didatangkan hampir 200.000 budak dari berbagai wilayah, termasuk dari Jawa.

Belanda harus mengakuinya terus terang dan meminta maaf, serta membayar ganti rugi untuk bangsa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News