Bukan Blessing in Disguise
Selasa, 30 Juni 2009 – 22:24 WIB
Untunglah, kemudian hanya dipatok 20%. Sekiranya ditetapkan minimal 30%, kala itu Demokrat berencana akan membawa kasus itu kepada seluruh rakyat Indonesia. Diduga rakyat akan punya hati dan menolak si kuat yang menginjak si lemah. Bahkan akan membuat rakyat tidak simpati kepada partai besar karena di Indonesia umumnya orang lebih suka yang proporsional, moderat dan tidak ekstrim. Artinya, Demokrat rada gamang juga jika syarat minimal 30% itu ditetapkan oleh DPR.
Nah, secara tak terduga Demokrat malah meraih suara 20-an% pada Pemilu 2009 dari target hanya 15%. Kepercayaan diri Demokrat makin kokoh karena jumlah total suara partai-partai pendukung SBY-Boediono malah di atas 50%. Berbagai polling juga masih menunjukkan “keperkasaan” duet SBY-Boediono, sehingga kemudian muncullah iklan “satu putaran” yang ramai diperdebatkan. Dengan kata lain ada semacam blessing in disguise.
Padahal sekiranya semua pihak menyetujui persyaratan minimal 30%, barangkali, hanya dua pasangan Capres-Cawapres saja yang muncul, sehingga otomatis akan membuat Pilpres cenderung hanya satu putaran. Maknanya, Pilpres satu putaran menjadi sangat konseptual, dan bisa diikuti dengan penentuan anggaran yang tentu saja lebih efisien. Bukan karena faktor kemendadakan, dan apalagi sebagai ikhtiar untuk mempengaruhi pencontreng.
Jika kini wacana pilpres satu putaran marak memang berbagai hal bisa menjadi penyebabnya. Mungkin saja karena kandidat yang tadinya yakin elektabilitasnya tinggi sekarang menunjukkan tren menurun secara alot walau tak drastis. Nah, wacana itu pun dilontarkan, yang mau tak mau tampak sebagai ikhtiar, yang itu tadi: mempengaruhi para pencontreng.