Bukit Wangbuliao

Oleh: Dahlan Iskan

Bukit Wangbuliao
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Dia merasa cukup sudah bisa membaca dan menulis –biarpun tidak lancar. Satu-satunya buku yang pernah dia baca adalah buku ''Ini Budi''.

Teguh harus cari uang. Kakak-kakaknya tetap sekolah. Adik-adiknya masih kecil. Ayahnya, pedagang kacang rebus di Mojosari, Mojokerto.

Bedanya, kacang rebus itu dikeringkan. Di mana ada pertunjukan wayang kulit, pedagang ambil kacang dari sang ayah.

Keluarga kacang rebus ini menyewa rumah di belakang kelenteng Mojosari. Ayahnya ingin cepat punya modal memperbesar usaha.

Sang ayah menggadaikan semua perabot rumah. Uangnya untuk beli kupon nalo. Dia beli kupon nomor tunggal: 10. Tidak diecer ke nomor-nomor lain. Dia mantap dengan nomor itu.

Nalo yang keluar: nomor tiga.

Semua jaminan disita. Ludes. Tidak punya apa-apa lagi. Pun meja kursi. Lemari.

Satu-satunya yang tidak disita: kasur yang sudah tidak bisa diangkat karena akan robek semua.

Saya justru tertarik dengan latar belakang pemilik rumah ini: dia kini pemilik pabrik tepung ikan terbesar di Indonesia. Segala macam ikan tidak laku ditampung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News