Buku Obor
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - SAYA makan sop kaki kambing di pinggir Jalan Plaju, Jakarta. Di kaki lima. Waktu tolah-toleh terbaca papan nama: Penerbit Obor.
Berarti di belakang sop kaki kambing ini lembaga yang menerbitkan buku saya: Teladan dari Tiongkok.
Saya melangkah ke kantor itu. Masih tutup. Saya ketuk pintunya. Saya intip ada setumpuk buku baru di dalamnya: buku saya itu.
Maka kepada penjaga kantor saya memperkenalkan diri: si penulis buku. Lalu saya minta satu. Diberi dengan ragu.
Obor-lah yang punya ide. Berbagai tulisan saya tentang Tiongkok dijadikan satu. Agar bisa menjadi sebuah buku. Novi Basuki yang jadi editornya. Saya tidak keberatan. Jadilah.
Buku itu diluncurkan kemarin. Di gedung Perkumpulan INTI (Indonesia Tionghoa), Kemayoran. Saya sudah punya bukunya sebelum secara resmi diserahkan ke penulisnya.
Akan tetapi yang terpenting dalam acara itu bukanlah saya. Ada bintang baru dalam hubungan dengan Tiongkok. Namanya: Novi Basuki.
Ia lulusan pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Ia lebih orang pesantren dibanding saya: selalu pakai kopiah.