Buku PKn SMA Dinilai Picu Radikalisasi
Selasa, 14 Juni 2011 – 13:19 WIB
Retno menyebutkan bahwa persoalan multikultural tidak bisa disandarkan pada kuantitas semata. Menurutnya, ada persepsi bahwa apa yang disebut dengan agama adalah yang diakui negara secara hukum legal formal. Jika melihat Indonesia secara lebih luas dan mendalam, lanjut Retno, terlihat keanekaragaman agama bukan soal satu atau enam jenis agama semata, tetapi lebih dibutuhkan sebuah pengakuan terhadap semua keyakinan yang tumbuh di masyarakat.
Baca Juga:
"Inilah yang kurang dipahami masyarakat. Sehingga mudah terjadinya radikalisasi. Pemahaman dan praktik multikulturalisme sebenarnya dapat menjadi benteng dari radikalisasi itu," imbuhnya.
Dikatakan Retno, hal yang paling ironi adalah bahwa guru SMA yang mengajar bidang studi PKn ternyata juga tidak melihat persoalan multikulturalisme sebagai sebuah persoalan kewarganegaraan dibandingkan dengan persoalan akhlak mulia dan agama.
"Para guru menganggap persoalan multikultural masih milik sosiologi yang sebenarnya lebih cenderung pada deskriptif terhadap masyarakat. Para guru memang mengerti tentang pendidikan multikultural tetapi masalahnya mereka kurang kritis dalam memahami konsep dan nilai-nilai multikultural pada sikap dan tindakan praktis dalam kegiatan proses belajar mengajar," papar Retno.
JAKARTA- Ketua Ikatan Guru Civic Indonesia (IGCI) Retno Listiyarti mengungkapkan, pendidikan multikultural itu seharusnya sudah diajarkan di bangku
BERITA TERKAIT
- Santri Disabilitas di Bandung Terima Beasiswa Pendidikan Khusus
- Kuliah Tamu di BINUS University, Dosen FISIP UPNVJ Bicara soal Netnografi
- Siap-siap! Sumbangsih Cup 2025 Segera Digelar, Dijamin Seru dan Meriah
- Unika Atma Jaya Resmikan School of Bioscience, Technology, and Innovation
- Sandang Gelar LL.M dari Kampus Top, Fidela Gracia: Terima Kasih President University
- Memutus Rantai Kemiskinan Lewat Pendidikan, BSI Maslahat Gandeng Ganesha Operation