Bulog Desa Bikin Bangga

 Bulog Desa Bikin Bangga
Dahlan Iskan.

Begitulah di kampung saat itu. Tidak ada wanita beli celana dalam.

Tapi batik yang dipakai ibu selalu batik rombeng. Yang dibeli dari pasar loak.

Jangan dianggap ongkos membatik itu cukup untuk hidup. Selalu saja ketika batiknya belum selesai ongkosnya sudah habis.

Saya, sebagai anak kecil, juga selalu pakai sarung batik. Untuk ke masjid. Tapi juga selalu batik rombeng. Pernah saya sangat gembira mendapat sarung batik baru. Katanya, batik Lasem.

Tapi begitu dicuci bolong-bolong. Rupanya itu batik rombeng yang dibatik ulang. Tentu setelah bolong-bolongnya dilem. Maka gagallah pakai sarung baru pada Lebaran hari itu.

Pulang kampung kali ini saya juga ketemu banyak petani. Tentu mereka berkeluh kesah. Tapi saya hanya mendengarkan. Tidak bisa menjanjikan perbaikan apa-apa.

Yang hebat adalah ini: ada di antara penduduk desa di kecamatan Untoronadi yang bisa ikut mengatasi salah satu kesulitan petani itu. Saya dengarkan ceritanya dengan detil.

Saya anggap dia itu telah mau memerankan diri menjadi Bulog di desanya. Sekaligus menjadi bank tani yang diimpikan itu. Bahkan sekaligus menjadi dewa.

Petani selalu ingin panennya segera menjadi uang. Tidak bisa menunggu harga baik. Tapi kalau dijual saat harga anjlok hasilnya tidak memadai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News