Bulu Binatang Kembali Populer di Fashion
Bahkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Kanada, metode yang digunakan adalah menggunakan perangkap liar yang dianggap keji.
"Kebanyakan bulu-bulu yang digunakan dan pakaian-pakaian murah berasal dari kelinci yang diternakkan di China, dimana perlindungan terhadap binatang jarang dilakukan," sambungnya.
Profesor Adrian Linacre dari Flinders University di Australia melakukan analisa terhadap DNA sejumlah pakaian berbulu di Australia pada 2012 . Hasilnya, apa yang disebutkan berasal dari bulu kelinci, ternyata mengandung bulu kucing. Di tahun 2011, Humane Society International juga pernah melakukan penelitian yang sama dan hasilnya banyak bulu yang berasal dari anjing, dan bukan dari kelinci seperti yang disebutkan.
Di lain sisi, industri bulu palsu kini mulai berkembang, seiring dengan permintaan yang bertambah. Salah satunya adalah Unreal Fur dari Australia yang sengaja memproduksi pakaian dari bulu-bulu palsu. Mereka melihat adanya permintaan tinggi dari mereka yang senang menggunakan bulu-bulu, tetapi mulai sadar akan kesejahteraan binatang.
"Unreal Fur didirikan karena kecintaan terhadap binatang, sekaligus frustasi dengan kekejaman terhadap binatang yang kita gunakan," ujar Gilat Shani, desainer dari Unreal Fur. "
Tetapi sayangnya merk-merk fashion ternama dunia masih juga menggunakan bulu binatang asli pada produknya. Menurut Mark Oaten, CEO dari International Fur Trade Federation, merk ternama seperti Fendi, Marc Jacobs, Mulberry and Gucci masih mengedepankan penggunaan bulu karena dianggap lebih memiliki gaya. Akibatnya, penjualan bulu secara global telah meningkat 70 persen dalam satu dekade terakhir. Jumlahnya mencapai Rp 15 triliun. (esy/jpnn)
SYDNEY - Penggunaan bulu binatang di dunia fashion kembali populer. Hal ini merujuk laporan World Society for the Protection of Animals. Tanpa disadari
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi