Bung Hatta Sosok Sederhana, Cenderung Ingin Tampil di Belakang Layar

Terkait dengan demokrasi, maka hal pertama yang tidak bisa dilepaskan dari Bung Hatta adalah latar belakang daerah kelahirnnya di Bukittinggi Sumatera Barat. Seperti yang diungkapkan Nurcholis Majid saat menulis tentang Bung Hatta.
Cak Nur menekankan bahwa Demokrasi Bung Hatta tidak bisa dilepaskan dari setting Minangkabau.
“Minangkabau itu kan dikenal dengan pemikirannya yang dinamis, terbuka anti-parokial dan tidak mengenal hirarki sehingga orang bisa berdebat dengan luar biasa,” terang Burhanuddin.
Catatan lain, Hatta lahir dari keluarga cerdik cendikia, religius sekaligus saudagar.
“Hal ini yang membuat seorang Bung Hatta bisa menikmati jenjang pendidikan yang luar biasa di Eropa,” ungkap Burhanuddin.
Saat menempuh pendidikan di Belanda itulah, Bung Hatta mengkritik sebuah sistem demokrasi yang ia anggap sebagai demokrasi rasial.
Sebab menurut Hatta, kehidupan di Belanda sangat demokratis. Namun Belanda sendiri tidak mau menerapkan nilai-nilai ini di daerah jajahannya.
“Jadi, kritik-kritik keras Bung Hatta, justru dia sampaikan saat berada di pusatnya penjajahan,” lanjut Burhanuddin.
Berbeda dengan Soekarno, Bung Hatta lebih banyak dikenal sebagai man of work, orang yang bekerja di belakang layar.
- Sejumlah Tokoh Datangi Rumah Megawati di Hari Raya, Anak Buah Prabowo Ikut Hadir
- Peringati HUT ke-25 BMI, Bung Vino Berkomitmen Rekrut Generasi Muda untuk Besarkan PDIP
- Innalillahi, Ketua DPP PDIP Nusyirwan Meninggal Dunia
- Guntur Romli Tuduh KPK Pakai Cara Kotor untuk Ganggu Pembelaan Hasto
- Soal Restu PDIP untuk Junimart Jadi Dubes RI, Deddy: Silakan Tanya ke Mbak Puan
- PDIP Terkejut Junimart Girsang Dilantik sebagai Duta Besar RI untuk Italia