Burhanuddin Muhtadi Sebut Warisan Sabam Sirait Soal Konsistensi Pilihan Politik
“Saat itu dengan baju yang sederhana, tanpa menunjukkan senioritas, ia dulu menyapa saya ramah. Bayangkan tahun 1967-1973 sudah menjadi Sekjen Partai tetapi masih bisa memosisikan setara dengan saya, yang pantas sebagai cucunya,” ujar Burhanuddin mengagumi sosoknya.
Dosen FISIP UIN itu makin kagum saat Sabam Sirait dengan tajam mengkritik pemerintahan SBY yang tidak berani menegakkan aturan, menetapkan ayat konstitusi di atas ayat suci.
Banyak kritik ke rezim SBY. Meski saat itu sedikit sekali menyerang FPI yang menyerang Ahmadyah.
Namun mereka berdua seolah menjadi tandem dan saling melengkapi.
“Ketika kelompok Ahmadyah dikatakan sesat, saya katakan tidak ada second class netizent. Tugas pemerintah menegakkan keadilan di atas segalanya.
“Pertemuan ini buat saya sangat berkesan.”
Pertemuan, berikutnya saat tampil Jak TV. Saat itu lagi genjar tawaran SBY untuk PDI Perjuangan untuk masuk pemerintah pada periode keduanya.
Ada banyak kursi disediakan. Sabam Sirait tanpa tedeng aling-aling menegaskan jika PDI P dan Ibu Mega bersedia gabung dengan pemerintah SBY, maka PDI Perjuangan sudah kehilangan garis ideologisnya.
Burhanuddin mengataka warisan politik Sabam Sirait yang kita lihat adalah konsistensi pilihan politik dengan komitmen ideologis bukan politik pragmatis.
- Tim Relawan Dozer Sebut Sulsel Butuh Pemimpin Berpengalaman
- Aktivis Ini Minta Agar Anak-Anak & Perempuan Tidak Dilibatkan dalam Situasi Politik
- Elektabilitas Toni Uloli-Marten Taha Makin Moncer di Pilgub Gorontalo versi TBRC
- Isrullah-Usman Merangkul Semua Golongan, Layak Dijadikan Contoh Dalam Berpolitik
- Jelang Pencoblosan, Rudy Mas'ud-Seno Aji Bakal Jadi Pemenang di Pilgub Kaltim
- Ruang Politik Anak Muda Jakarta: Berani Bersuara dan Berekspresi di Pilkada Fest 2024