Burhanuddin Muhtadi: Tak Ada Demokrasi tanpa Parpol, Publik Jangan Nyinyir Orang Baik Masuk Partai
jpnn.com - BANDUNG - Pakar politik dari Indikator Politik Dr. Burhanuddin Muhtadi menyampaikan sejumlah catatan penting terkait pelembagaan partai politik (parpol) di tanah air.
Publik sebaiknya mendukung daripada nyinyir terhadap para orang baik yang ingin masuk ke dalam politik, sehingga pada akhirnya demokrasi Indonesia akan makin baik.
Burhanuddin menyampaikan hal tersebut dalam Seminar Nasional bertema “Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional” yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung, Kamis (26/1).
Burhanuddin Muhtadi menjadi salah satu pembicara dalam seminar itu bersama Ketua Kaprodi SKSG Dr. A.Hanief Saka Ghafur, dan Sekjen PDI Perjuangan Dr. Hasto Kristiyanto.
Menurut Burhanuddin, ada tiga isu pelembagaan atau institusionalisasi parpol, yang kemudian rentan melahirkan konflik intra-partai.
Pertama, model genetik partai-partai secara umum lebih dipengaruhi oleh karisma figur, yang ditandai oleh peleburan secara total identitas partai dengan pemimpinnya.
Parpol kemudian menjelma sebagai partai yang hanya bertumpu pada personal appeals, bukan institutional appeals.
Menurut Burhanuddin, keberadaan veto player semacam ini memang mengurangi potensi konflik, tetapi tidak bersifat permanen.
Burhanuddin Muhtadi menegaskan tidak ada demokrasi tanpa parpol. Publik sebaiknya tidak nyinyir ketika orang baik masuk partai.
- Ribuan Warga Klaten Berdoa Bersama untuk Kemenangan Andika-Hendy di Pilkada Jateng
- Menjelang Debat Calon Ketum ILUNI FHUI, Rahmat Bastian Siapkan 3 Program Andalan
- Hasto PDIP: Aksi Intimidasi Pas Pilkada Tak Sejalan dengan Kebijakan Prabowo
- Soal Debat Cagub Jatim, Hasto: Bu Risma Menampilkan Kepemimpinan Berakar Prestasi
- Tim UI Perkenalkan Inovasi Pertanian Perkotaan Berbasis Energi Hijau
- Soal Jet Pribadi Kaesang, Hasto: Ada Pihak yang Coba Mengendalikan KPK