Buruh Anggap Kenaikan UMP Tidak Perhitungkan KHL
jpnn.com, JAKARTA - Kalangan buruh menilai perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) tidak memperhatikan Kriteria Hidup Layak (KHL).
Selama ini pemerintah dan kalangan buruh memang berbeda pendapat soal dasar penetuan KHL.
Anggota dewa pengupahan DKI Jakarta Dedi Harsono menyatakan bahwa pemerintah seharusnya menentukan upah berdasarkan KHL yang merupakan hasil survey riil kebutuhan seorang pekerja. “Inflasi itu tidak bisa digunakan untuk mengukur KHL,” katanya di Jakarta kemarin (10/31).
Dedi menyebut, penggunaan instrumen Inflasi dan pertumbuhan ekonomi hanya melihat kepentingan ekonomi makro saja, bukan kesejahteraan seorang pekerja.
Ia mencontohkan dalam perhitungan inflasi BPS, tidak diperhitungkan tentang kenaikan BBM maupun tarif dasar listrik (TDL). “Padahal BBM itu kebutuhan inti, mempengaruhi harga-harga kebutuhan lainnya,” kata Dedi.
Dedi menyebut, hanya ada 60 item dalam KHL, sementara perhitungan versi pemerintah bisa 200 hingga 300 item.
Namun banyak kebutuhan hidup pokok yang terlewatkan. “Contohnya seperti kebutuhan sandang berupa pakaian ibadah, juga kebutuhan untuk hiburan,” katanya.
KHL sendiri seolah diabaikan oleh pemerintah. Sementara dari surat edaran menteri, terdapat ketentuan bagi daerah yang UMP tidak memenuhi KHL, diharuskan mengejar sampai tahun 2019. “Mungkin maksud pemerintah KHL itu adalah UMP yang sedang berjalan,” kata Dedi.
Hanif berharap para pekerja tidak terlalu banyak menuntut. Yang pasti kenaikan UMP telah memperhitungkan semua kepentingan.
- Komisi XI DPR RI Desak Apple Bertanggung Jawab Atas Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia
- Mengenal Skema Bipartit pada Penerapan UMP versi Apindo
- Menaker Yassierli dan Mendagri Tito Gelar Rakor, Bahas PHK hingga Upah Minimum 2025
- Temui Pj Gubernur, Aliansi Buruh Menyuarakan UMP Aceh 2025 Naik jadi Rp 4 juta Per Bulan
- Hanif Dhakiri Memperkenalkan Pengurus Harian DPP PKB di Sespim Perubahan Wilayah VII
- DPP PKB Mengundang Gita Wirjawan ke Kantor, Semua Antusias