Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia
Petani milenial, Maya Skolastika Boleng (kiri) merasa terpanggil untuk mendidik petani Indonesia menjadi lebih mandiri. (Foto: Supplied)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani milenial di Indonesia, yang berusia 19-39 tahun terus menurun. Dari tahun 2017 ke 2018, misalnya, terjadi penurunan kurang lebih 415 ribu orang.

Dipa bukanlah dari keluarga petani. Latar belakang pendidikannya pun adalah Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada.

Tapi sejak empat bulan lalu, Dipa sudah menyewa lahan seluas 500 meter persegi untuk ditanami bayam dan kangkung, yang hasilnya dijual ke tukang sayur.

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia Photo: Setelah bergabung dengan komunitas Sekolah Tani Muda, keinginan Dipa untuk memperbaiki sistem pertanian di Indonesia semakin berkembang. (Foto: Supplied)

 

Sebagai seorang petani baru, Dipa yang berusia 22 tahun merasa beruntung karena orang-orang di sekitarnya menyambut baik keputusannya untuk menekuni bidang pertanian, termasuk para petani senior di lahan tempatnya bekerja.

"[Petani di lahan tempat kerja] menjadi sangat semangat, apalagi kalau tahu saya ini dari latar yang cukup berpendidikan. Senang bahwa anak muda di desa bertani lagi. Seperti menambah semangat mereka," katanya.

Menurut Dipa yang bergabung di komunitas Sekolah Tani Muda (Sekti Muda), petani milenial memiliki bekal ilmu yang dapat memperbaiki sistem pertanian Indonesia yang cenderung merugikan petani sejak Revolusi Hijau.

"Praktik budi daya pertanian yang terjadi sekarang ini sama sekali tidak ramah lingkungan … dan teman-teman muda ini paling punya pengetahuan yang lebih baik dari orangtuanya," kata Dipa.

Meski minat bertani semakin menurun, masih ada sebagian generasi milenial di Indonesia yang justru meliriknya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News