Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia
Petani milenial, Maya Skolastika Boleng (kiri) merasa terpanggil untuk mendidik petani Indonesia menjadi lebih mandiri. (Foto: Supplied)

"Lebih banyak anak muda sekarang dapat sarjana, masuk universitas ternama, juga pendidikan selama sekolahnya, Fisika, Biologi, Kimia, itu punya pengetahuan mendasar buat mendukung ke arah pertanian yang lebih baik."

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia Photo: Walau sempat gagal, petani milenial Maya (kanan) dan Wita tidak menyerah dan kini memiliki bisnis pertanian dengan omset rata-rata Rp9,8 juta per bulan. (Foto: Supplied)

 

Hal ini juga disetujui Maya, yang melihat peluang bagi generasi muda untuk mengubah kondisi petani dengan memperbaiki cara berkomunikasi.

"Karena anak-anak muda hadir dengan pengetahuan-pengetahuan manajemen dan public speaking. Petani itu harus mampu berkomunikasi," kata Maya.

"Ketika dia tidak mampu, misalnya beli langsung ke dia, biasanya beli Rp10 ribu, bonusnya [atau keuntungan yang diambil tengkulak] bisa Rp20 ribu."

Melirik sektor pertanian sejak pandemi COVID-19

Sejak pandemi COVID-19, keuntungan bisnis pertanian Maya yang sebelumnya adalah Rp8 juta saat musim hujan, meningkat menjadi Rp9,8 juta dari akhir bulan Maret hingga April.

"Karena COVID-19, banyak masyarakat yang beralih mengonsumsi produk-produk organik dan juga tidak keluar belanja. Jadi mereka mencari pengiriman bahan pangan yang sampai pintu rumah," jelasnya.

Pandemi menjadi momen yang tepat bagi Ira Hutabarat asal Lembang, Jawa Barat, yang tidak pernah berpikir bahwa suatu hari akan mengandalkan penjualan hasil kebunnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meski minat bertani semakin menurun, masih ada sebagian generasi milenial di Indonesia yang justru meliriknya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News