Buya Sebut Indonesia Tanpa Masa Depan
Jika Dibongkar, Banyak yang Tak Sah di Republik Ini
Senin, 21 Maret 2011 – 03:03 WIB
Hadir dalam acara itu antara lain Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Wakil Gubernur Muslim Kasim, Ketua DPRD Yultekhnil, Wali Kota Padang Fauzi Bahar, Wakil Wali Kota Mahyeldi Ansharullah, Chairman Riau Pos Grup Rida K Liamsi, CEO Riau Pos Grup Makmur Kasim, COO RPG Divre Padang Sutan Zaili Asril dan Pemimpin Umum Padang Ekspres Marah Suryanto.
Lebih lanjut Syafii Maarif yang lebih akrab dipanggil dengan nama Buya itu menuding pemerintah gagal memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Sebab dari 233,9 juta rakyat Indonesia, hanya sekitar 95 juta atau 39 persen yang mendapat jaminan kesehatan. Dari 31 juta pekerja formal, hanya 9 juta atau 27 persen yang memiliki jaminan sosial tenaga kerja.
Sementara pekerja informal yang berjumlah 70 juta orang, kurang dari 1 persen yang kesehatannya dijamin Jamsostek. “Nelayan, petani, pembantu rumah tangga tak ada yang jamin. Begini kondisi bangsa kita hari ini. Padahal sebetulnya bisa diselesaikan. Tak ada alasan pemerintah tak punya anggaran. Kan bisa subsidi silang. Hanya saja, pemerintah kita ini tak ada yang peduli,” tukasnya.
Selain rendahnya tingkat jaminan kesehatan, Buya juga menyoroti masih besarnya angka kemiskinan. “Sebanyak 140 juta rakyat Indonesia masih miskin. Angka kemiskinan tertinggi di ASEAN. Sumbar sewaktu Pak Gamawan jadi gubernur (sekarang Mendagri, red) kemiskinan katanya tinggal 12 persen, apa betul seperti itu?,” sindir Buya.
PADANG - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengkhawatirkan Indonesia tak punya masa depan dan bahkan menuju negara gagal. Menurutnya,
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan