Bye-Bye 380

Oleh: Dahlan Iskan

Bye-Bye 380
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Anda sudah tahu: A380 itu mesinnya empat buah. Dua di sayap kanan, dua lagi di sayap kiri.

Era pesawat-besar-empat-mesin sebenarnya sudah dikoreksi oleh Boeing 777.

Pesawat berbadan lebar tidak lagi harus bermesin empat.

Begitu besarnya B777 tetapi tetap bisa dengan dua mesin. Efisiennya bukan main. Maka B777 laris sekali. Sampai tahun lalu, sebelum pandemi, sudah ada 1.598 pesawat B777 yang mondar-mandir di langit biru. Masih ada 500 lagi order yang belum dikirim.

Itulah pesawat berbadan lebar yang paling sukses penjualannya. Itu sekaligus mengakhiri sejarah pesawat berbadan lebar sebelumnya: Boeing 747. Yang bermesin empat buah. Yang bagian depannya dua tingkat itu. Yang saya terkagum-kagum ketika kali pertama menaikinya: Lufthansa.

Dari 598 buah Boeing 747 yang pernah dibuat, tahun ini tinggal 25 pesawat yang masih mengudara. Selebihnya sudah harus pensiun. Yang masih mengudara itu pun sebagian besar pesawat cargo. Yang tanpa jendela kaca itu. Yang moncong depannya bisa dibuka: dari moncong depan itulah barang-barang berukuran besar dikeluarkan dari pesawat.

Saya pernah mencarter B747. Dari Jerman ke Jakarta. Itu karena saya 'kalah janji'. Waktu itu saya baru diminta mengambil alih manajemen harian Merdeka. Yang meminta adalah pemiliknya sendiri: BM Diah –tokoh pers masa lalu dan juga pernah menjabat menteri penerangan.

Saat Merdeka diserahkan kepada kami oplahnya tinggal 'satu becak' –mengutip kata-kata Margiono yang saya tugaskan menjadi dirut barunya.

Covid-19 tidak hanya membunuh manusia, tetapi juga membunuh kebanggaan teknologi, bye-bye.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News