Bye-Bye 380

Oleh: Dahlan Iskan

Bye-Bye 380
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Itulah pesawat A380 –pesawat penumpang terbesar yang pernah dibuat manusia. Yang desainnya dua tingkat –sejak depan sampai belakang. Yang sayapnya agak melengkung –kelihatan anggun sekali.

Sejak ada A380 itu kekaguman saya ke Boeing 747 hilang.

Maka, belakangan, setiap kali ke Amerika saya pilih naik Emirates. Lewat Dubai. Itu karena saya tahu: dari Dubai ke New York akan pakai Emirates A380. Hanya dari Jakarta ke Dubai yang menggunakan B777.

Saya selalu mengagumi interior A380 Emirates. Elite sekali. Termasuk pemilihan kombinasi warnanya. Apalagi penataan bar yang ada di bagian tengah pesawat. Lapang sekali. Bisa salat di lantainya –berjamaah enam orang.

Suatu saat saya lagi di Inggris. Ingin langsung ke Beijing. Saya lihat ada penerbangan Amsterdam-Beijing dengan A380. Milik China Southern.

"Kok Tiongkok juga sudah memiliki A380," kata saya dalam hati. Saya antusias sekali. Saya bayangkan interiornya akan seperti A380-nya Emirates.

Maka saya dari London terbang dulu ke Amsterdam dengan pesawat berukuran sedang. Hanya satu jam penerbangan. Tiba di Amsterdam hati saya berkibar-kibar: akan naik A380 lagi.

Namun begitu masuk pesawat hati saya seperti bara disiram es. Ternyata biar pun sama-sama A380 tidak sama rasanya. Beda selera. Jauh.

Covid-19 tidak hanya membunuh manusia, tetapi juga membunuh kebanggaan teknologi, bye-bye.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News