Cabai Hajjar
Oleh Dahlan Iskan
Presiden Bolsonaro memang mengidolakan Presiden Donald Trump. Ia sampai mendapat julukan "Trump-nya Brasil": tidak mau ada kebijakan jaga jarak, tidak mau ada toko dan restoran yang ditutup, dan ia anti-masker.
Begitu menkes mundur, Bolsonaro lantas mendekati dokter wanita ahli jantung: Prof Dr Ludhmila Hajjar. Namun Hajjar tidak mau. Dia seorang ilmuwan yang juga berseberangan pemikiran dengan presiden.
Maka dipilihlah Nelson Teich. Seorang dokter ahli kanker yang juga pengusaha. Umurnya 64 tahun. Lulusan Universitas Federal Rio de Janeiro. Ia juga memperdalam keahliannya di New York University.
Baru 28 hari menjabat Nelson mengundurkan diri. Juga tidak sejalan dengan Presiden Bolsonaro. Terutama soal pemakaian obat flu untuk Covid.
Presiden memang memaksa menkes agar menggunakan chloroquine dan hydroxychloroquine. Itulah obat flu yang dibanggakan oleh Trump sebagai jurus ampuh mengatasi Covid. Yang di Amerika sendiri juga ditentang para ilmuwan –lalu jadi bahan ejekan di medsos.
Sejak menkes kedua mundur tidak ditemukan lagi calon menkes. Bolsonaro membiarkan jabatan itu kosong. Sampai 4 bulan.
Media di Brasil –sumber tulisan saya ini– ribut sekali. Namun Bolsonaro masih terus mencari calon menteri yang mau menggunakan chloroquine dan hydroxychloroquine.
Akhirnya ditemukan.