Cadaver Plus

Oleh: Dahlan Iskan

Cadaver Plus
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sekarang, itu dibalik: yang tidak ditemukan larangan, berarti boleh.

Sudah banyak negara yang memberlakukan aturan seperti itu. Namun di Indonesia baru Hermawan yang secara terbuka mewasiatkan cadavernya untuk materi kuliah.

Hermawan itu guru sejati. Guru modern. Guru yang menciptakan kurikulumnya sendiri.

Ia memang pernah menjadi profesional di perusahaan besar. Sampai jadi level direktur di perusahaan sebesar Sampoerna. Ia tidak tahan. Ia berhenti. Ia pamit untuk jadi guru lagi: guru marketing.

Putera Sampoerna, pemilik pabrik rokok Dji Sam Soe itu, sampai heran. Gaji di Sampoerna, kan, besar. Mengapa berani berspekulasi untuk mencoba jadi guru marketing. Belum jelas pula pasarnya.

Ketika Hermawan akhirnya mendirikan MarkPlus, ia diejek pakai bahasa Suroboyoan: mak ples. Artinya: tiba-tiba meredup untuk kemudian padam.

Hermawan awalnya memang guru matematika di SMP swasta Sasana Bhakti di Jalan Jagalan. Ayahnya pengurus sekolah di tempat lain. Ibunya guru.

Lalu Hermawan mengajar di SMA St Louis Surabaya. Orang seperti menteri Ignasius Jonan, konglomerat Hary Tanoesoedibjo dan Kepala Pajak Jatim Prof John Hutagaol adalah murid-muridnya di St Louis.

Guru sepanjang hayat: Hermawan Kartajaya. Ia berulang tahun ke-75 kemarin malam. Dia ingin menyumbangkan mayatnya kelak untuk fakultas kedokteran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News