Cak Imin Nilai Indonesia Masih Mengharapkan Utang Luar Negeri

jpnn.com, JAKARTA - Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar menyanggah pernyataan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD terkait pertumbuhan ekonomi.
Menurut Cak Imin, pernyataan Mahfud soal target pertumbuhan ekonomi tujuh persen adalah omong kosong.
Hal tersebut diungkapkan Muhaimin dalam debat cawapres di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12).
“Kita harus realistis bahwa tujuh persen itu bisa jadi omong kosong, di mana kenyataannya setelah APBN kita jalan sampai hari ini saja 5 persen yang diterapkan oleh pemerintah masih banyak mengalami kontraksi,” ucap Cak Imin.
Menurut dia, Indonesia saat ini masih mengharapkan utang luar negeri (ULN).
“Kita juga menyaksikan bagaimana lima persen itu real di lapangan tidak sampai lima persen, saya khawatir target tujuh persen itu dipaksakan ujungnya bukan pertumbuhan yang sehat, tetapi pertumbuhan semu yang keropos,” kata dia.
Walau begitu, Ketua Umum PKB itu setuju dengan pernyataan Mahfud yang menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi bisa membawa pemasukan bagi APBN.
“Itu bisa menjaga kebocoran APBN kita, tetapi juga pendapatan negara bukan pajak yang juga menjadi bagian dari andalan,” tuturnya. (mcr4/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Cak Imin mengomentari pernyataan Mahfud soal target pertumbuhan ekonomi 7 persen, karena Indonesia masih mengharapkan utang luar negeri
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi
- KADIN Indonesia Apresiasi Investasi Prancis dalam Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
- Munas IKA PMII Dibuka, Cak Imin: Inilah Kami, Wahai Indonesia
- Peneliti TRI: Penataan Distribusi LPG Merupakan Langkah Strategis
- Krisis Pangan Global Mulai Terjadi, Bagaimana Status Indonesia?
- Akademisi Nilai Tata Kelola LPG 3 Kilogram jadi Solusi Subsidi Tepat Sasaran
- Kebijakan DHE SDA: Fondasi Kukuh Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen