Caltung dan Astung

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Caltung dan Astung
Ilustrasi partai politik. Foto : Ricardo

Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto sudah berupaya untuk menyederhanakan partai-partai melalui fusi atau penggabungan berdasarkan ideologi masing-masing partai.

Partai-partai berasas Islam digabungkan dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai-partai berazas nasionalisme diringkas kedalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia).

Golkar, partai politik bentukan pemerintah, berada di luar fusi itu.

Fusi ini sebenarnya menjadi langkah yang visioner dan modern, cuma sayangnya fusi dilakukan melalui tindakan otoriter yang tidak demokratis sehingga kemudian ambyar ketika rezim Soeharto jatuh.

Soeharto memaksakan berlakunya asas tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Rezim Soeharto mengerahkan segala kekuatan untuk memaksakan berlakunya astung, ‘’asas tunggal’’ dengan segala cara.

Ketika rezim Orde Baru ambruk, asas tunggal berantakan dan sistem multipartai dengan puluhan parpol berlaku lagi di era reformasi pasca-Soeharto.

Penggabungan aliran ideologi menjadi tiga kelompok besar ini sudah dilakukan oleh antropolog Amerika Serikat Clifford Geertz yang melakukan penelitian pada 1960-an di Jawa Timur.

Indonesia seharusnya bisa menuju ke sistem dua partai karena suprastruktur masyarakat sudah mengerucut kepada dua kubu religius dan nasionalis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News