Canton Fair 2025: Diplomasi Rantai Pasok Dunia di Tengah Ketegangan Perang Dagang AS-China

Udara terasa berdesakan, bukan hanya oleh ratusan ribu pengunjung, tetapi juga oleh ambisi negara ini untuk memimpin revolusi industri dunia.
Canton Fair di sesi musim semi kali ini di ikuti sekitar 31.000 perusahaan, bertambah hampir 900 perusahaan dibandingkan pameran sebelumnya.
Lebih dari 246.000 pembeli asing dari 215 negara dan kawasan datang ke pameran produk terbesar di dunia ini.
Ini bukan sekadar pameran produk. Ini pertunjukan besar tentang masa depan. Ia lahir dari kepahitan sejarah, dan menjadi simbol kebangkitan sebuah negara dengan populasi terbesar di dunia.
Di awali dengan embargo barat, jejak sejarahnya membentuk wajah perdagangan China di pentas global saat ini.
Pada 1957, China yang baru saja melalui Revolusi Komunis, menjadi terkucil secara politik dan ekonomi. Blokade Barat memaksa negeri ini berjuang mencari cara mandiri untuk memperoleh pendapatan bagi negaranya.
Di tengah suasana Perang Dingin, "Chinese Export Commodities Fair" pertama digelar di Guangzhou, satu-satunya kota pelabuhan yang masih terbuka untuk asing, dan terbesar ketiga setelah Shanghai dan Beijing. Saat itu, China masih miskin dan terisolasi.
Stan-stan sederhana di bangunan tua Jalan Liuhua kala itu hanya memajang produk pertanian dan bahan mentah: teh, sutra, bijih besi. Namun, pameran ini menjadi "lifeline" bagi ekonomi China.
Canton Fair 2025 hadir sebagai simbol ketangguhan dan adaptasi industri China dalam lanskap perdagangan global yang terus berubah.
- Harga Emas Melonjak, Didimax Buka Edukasi Trading Gratis
- Tanggapi Perang Tarif Trump, Partai Gelora Dorong BPI Danantara Berinvestasi di AS
- Deklarasikan Gerakan Indonesia Cerah, Febri Wahyuni Sabran Optimistis Mampu Hadapi Perang Dagang Global
- Perang Dagang China-AS, Prabowo Bimbang Keduanya Teman Baik
- Kunjungan Xi Jinping ke 3 Negara ASEAN Menegaskan Prioritas China
- Prabowo Sebut Indonesia Netral Menyikapi Perang Dagang AS-China