Cara Mongolia Menghormati Tamu Negara
Sabtu, 08 September 2012 – 18:18 WIB

Penulis berpose di depan istana kepresidenan Mongolia yang dijaga pasukan berkuda. Foto : Dokumen Probadi for JPNN
Seperti dialami Sezargery Sumardi, salah seorang protokol dari Kementerian Luar Negeri, yang ikut bertanggungjawab atas kunjungan ini. Saat van yang dinaikinya terjebak kemacetan, tiba-tiba pengemudi mobil di sebelah kendaraan yang kami tumpangi mengetuk kaca di dekat driver. Sejurus kemudian kaca terbuka dan keduanya berdialog dalam bahasa Mongol.
Artinya kira-kira begini, pengemudi mobil menanyakan apakah van ini merupakan bagian dari rangkaian mobil Presiden Indonesia. Driver membenarkan. Ternyata masyarakat Ulaan Baatar aware terhadap kunjungan Presiden SBY. Televisi setempat juga meng-update setiap perkembangan dari kunjungan ini.
Sepintas sikap masyarakat Mongol terhadap Indonesia sangat ramah. Mereka melihat Indonesia sebagai negara besar yang terngah bangkit. Komunitas sipil Ulan Bator juga memuji demokratisasi di Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara muslim terbesar di dunia juga diketahui dipuji mereka.
Sekedar informasi, Mongolia kini tengah merajut jalan menuju demokrasi, setelah negara ini lama berada dalam kekuasaan China dan Uni Soviet, dua negara yang tidak menerapkan demokrasi. Kegairahan akan kebebasan berekspresi juga tampak di dekat square depan Istana Presiden. Sejumlah goresan cat minyak bekas demonstrasi masih terpampang di sejumlah tembok. Isinya berupa tuntutan dari kelompok civil society.
Mongolia bukanlah negara sembarangan. Sekitar abad XII hingga XIV, Jengis Khan “menguasai dunia” dan menancapkan bendera Mongolian Imperium
BERITA TERKAIT
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri