Cara Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon Merevitalisasi Aset Kerajaan

Mulai Undang Ketua RW hingga Temui Presiden

Cara Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon Merevitalisasi Aset Kerajaan
PRA. Arief Natadiningrat, SE, Sultan Kasepuhan Cirebon XIV di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat (Desember 2012). Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos
"Dulu biaya operasional keraton sekitar Rp 10 juta per bulan, sekarang Rp 50 juta. Sedangkan pemasukan keraton sekarang sekitar Rp 20 juta per bulan, naik jika dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya Rp 6 juta," ulasnya.

Tentu saja pihak keraton harus bisa menutupi kekurangan biaya operasional yang lebih besar daripada pemasukan yang diperoleh setiap bulan itu. Arief pun rela mengeluarkan uang pribadi rata-rata Rp 20 juta per bulan untuk menutupi defisit biaya tersebut.

Untung, Arief memiliki bisnis di berbagai bidang usaha, mulai restoran hingga konstruksi. Dengan begitu, dana pribadinya itu masih bisa digunakan untuk menutupi kekurangan biaya operasional tersebut. "Tetapi, harus mulai dicarikan solusi agar tidak bergantung kepada orang per orang saja. Profesionalitas tetap perlu," kata pengurus Dewan Pembina Kadin Jawa Barat dan Dewan Pembina Himpi Jawa Barat itu.

Apalagi, di luar keraton itu, Kesultanan Cirebon masih mempunyai tanggung jawab di tempat lain yang membutuhkan perhatian. Antara lain, 200 wewengkon atau situs-situs peninggalan sejarah seperti masjid, makam, petilasan, gua, dan kolam yang tersebar di Kota dan Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, sampai Brebes (Jawa Tengah).

DALAM dua tahun pertama menjadi sultan Keraton Kasepuhan Cirebon, Arief Natadiningrat hanya berfokus pada kebersihan dan ketertiban lingkungan keraton.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News