Catatan Ketua MPR: Mencari Jalan Baru untuk Melindungi Penerimaan Negara

Oleh: Bambang Soesatyo

Catatan Ketua MPR: Mencari Jalan Baru untuk Melindungi Penerimaan Negara
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

Tidak lanjut dari instruksi itu adalah menyerahkan dan memercayakan sebagian besar wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada institusi swasta asal Swiss, Societe Generale de Surveilance (SGS), bekerja sama dengan PT Surveyor Indonesia.

Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan baru dipulihkan belasan tahun kemudian, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang mulai efektif berlaku pada 1 April 1997.

Undang-undang ini kemudian direvisi dengan UU Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan.

Jadi, kalau di masa lalu sebuah institusi negara yang mengelola penerimaan negara bisa dibebastugaskan dengan instruksi presiden, langkah serupa, tetapi tak sama tentu saja bisa dilakukan pada era sekarang.
Karena itu, menjadi sangat beralasan jika muncul opsi membentuk BPN.

Opsi seperti ini patut dipahami sebagai upaya bersama untuk terus mencari jalan dan strategi baru yang efektif guna melindungi dan mengamankan semua potensi penerimaan negara.

Publik tahu dan memahami adanya dua sumber penerimaan negara, yakni pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak).

PNBP diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 1997.

Sumber PNBP antara lain hasil pengelolaan dana pemerintah dan kekayaan negara lainnya, hasil atau pembayaran atas jasa-jasa yang diberikan pemerintah, penerimaan dan denda berdasarkan keputusan pengadilan, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) serta hibah.

Gagasan membentuk Badan Penerimaan Negara atau BPN bisa menjadi strategi baru melindungi dan mengamankan penerimaan negara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News