Catatan Ketua MPR: Perubahan Iklim dan PPHN untuk Ketahanan Pangan
Oleh: Bambang Soesatyo
Beberapa tahun lalu, komunitas petani holtikultura di Desa Gogok Darussalam, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, juga mengalami gagal panen.
Ratusan hektare lahan yang ditanami jagung, pare, kacang panjang, terong, cabe dan jenis holtikultara lainnya tidak bisa dipanen karena terendam banjir pasang air laut (rob).
Fenomena kasus gagal panen yang terjadi di berbagai belahan dunia akibat perubahan iklim itu mendorong PBB mengingatkan komunitas global bahwa dunia sedang menghadapi potensi bencana akibat menurunnya volume pasokan bahan pangan.
Setelah Madagaskar, PBB memperkirakan akan banyak bencana kelaparan yang kemudian berpotensi terjadi di tempat lain.
Selain faktor perubahan iklim, komunitas petani saat ini juga mendapatkan tekanan pada biaya produksi akibat lonjakan harga pupuk dan energi.
Maka, dalam konteks masa depan ketahanan pangan negara-bangsa, Indonesia sejak sekarang harus merespons segala dampak atau ekses perubahan iklim terhadap sektor tanaman pangan.
Jangan menunggu, karena tidak ada yang tahu apakah pola musim akan kembali seperti sebelumnya.
Rumusan strategi dan program yang inovatif harus diupayakan secara berkelanjutatan.
PPHN akan mendorong pemerintah untuk segera memulai langkah atau program-program kekinian yang dapat meminimalisir dampak perubahan iklim
- Dukung Ketahanan Pangan, IsDB & IFAD Kembangan Pertanian Dataran Tinggi
- Program Upland Kementan Diharapkan Bisa Perkuat Ketahanan Pangan
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Indonesia Tunda Komitmen Iklim di COP 29 Azerbaijan, Aktivis Lingkungan Bereaksi
- Korem 063/SGJ & Agro Putra Segarau Kolaborasi Tingkatkan Ketahanan Pangan di Karawang
- ICEBM Untar 2024 jadi Sarana Percepatan Pencapaian SDGs untuk Semua Sektor