Catatan Ketua MPR RI: Cegah Money Laundering pada Jasa Layanan Pinjol
Oleh: Bambang Soesatyo
Pertanyaan ini, atau lebih tepatnya kecurigaan tersebut, lambat laun mulai terbuka ketika polisi menindak sejumlah pinjol ilegal dan menangkap sejumlah orang asing sebagai pemilik modal.
OJK mencium adanya motif lain di luar meraup keuntungan dari praktik ilegal P2P lending.
Motif lain itu mengarah pada kemungkinan pencucian uang dari luar negeri.
Dalam perang melawan pinjol ilegal, pemerintah dan OJK menerapkan pasal berlapis, perdata maupun pidana.
Para pelaku pinjol ilegal dikenakan ancaman hukuman atas tindakan pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan, UU ITE, dan perlindungan konsumen.
Dari aspek perdata, pinjol ilegal tidak memenuhi unsur perjanjian sesuai Pasal 13 KUP (Kitab Undang-Undang) Perdata.
KUP Perdata menegaskan, pinjaman uang dilakukan dengan syarat adanya perjanjian para pihak, dalam hal ini pinjol sebagai pihak pertama dan peminjam (debitur) sebagai pihak kedua.
Ketika penyelenggara pinjol ilegal tidak terdaftar dalam administrasi pemerintah maupun OJK, ketentuan para pihak dalam hukum perdata otomatis tidak sah.
Aspek perdata lain yang dilanggar Pinjol ilegal adalah objek hukum.
Sama halnya dengan perjanjian para pihak, status ilegal juga membuat pinjol illegal tidak diakui sebagai objek hukum perdata.
Status tidak resmi ini membuat perjanjian utang antara nasabah dan pinjol ilegal tidak sah di mata hukum.
Kejelasan sumber dana pinjol sangat penting untuk memastikan dana-dana itu bukan berasal dari tindak pidana.
- Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol
- OJK: Hadirnya PP 47/2024 Berdampak Positif Bagi Keberlangsungan UMKM ke Depan
- Ridwan Kamil Optimistis Kredit Mesra Tanpa Agunan Bisa Bebaskan Warga dari Pinjol
- Prudential Indonesia Berdayakan Lebih dari 20 Juta Perempuan Cerdas Kelola Keuangan
- Kasus Pemilik Saham BPR Fianka Cairkan Deposito Nasabah, OJK Riau Bergerak
- ISACA Indonesia Dorong Penguatan Keamanan Digital dan Tata Kelola Teknologi