Catatan Ketua MPR RI: Kecenderungan Positif untuk Mencegah Gelombang Ketiga

Oleh: Bambang Soesatyo

Catatan Ketua MPR RI: Kecenderungan Positif untuk Mencegah Gelombang Ketiga
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet sampaikan catatan terkait pandemi Covid-19, Senin (2/8/2021). Foto/ilustrasi: Humas MPR RI

Hingga kini, Pandemi COVID-19 pada tingkat global sekali pun masih menghadirkan ketidakpastian. Durasi pandemi ini belum bisa dihitung. Karena itu, ketidakpastian dan ketidaktentuan itu harus disikapi dengan cerdas dan bijaksana oleh semua elemen masyarakat. Semangat dan tujuan utamanya adalah menghindar dari gelombang ketiga.

Pada puncak penularan gelombang kedua, tersaji dengan gamblang ragam permasalahan dan banyak kisah memilukan. Rumah sakit rujukan tidak mampu menampung dan melayani semua pasien akibat besarnya lonjakan kasus COVID-19. Jumlah dokter dan tenaga kesehatan (Nakes) jauh lebih sedikit dibanding tambahan jumlah pasien.

Akibatnya, tidak sedikit pasien yang tidak tertolong atau terlambat mendapatkan pertolongan dari dokter dan Nakes. Juga di puncak gelombang kedua itu, penanganan pasien COVID-19 diwarnai dengan stok obat-obatan yang menipis dan keluhan banyak manajemen rumah sakit karena kehabisan oksigen.

Siapa pun tentu tidak ingin tragedi serupa terulang lagi. Semua orang harus mau belajar dari puncak penularan COVID-19 pada gelombang kedua yang menghadirkan ragam ekses yang nyata itu. Kini, data-data resmi menjelaskan bahwa Indonesia telah melalui puncak penularan gelombang kedua. Akan tetapi, ancaman dari COVID-19 tidak berkurang dengan sendirinya. Virus corona yang terus bermutasi masih menghadirkan ancaman. Ancaman yang tidak terlihat itu memaksa orang lanjut usia, kaum muda, remaja hingga anak bayi sekalipun melindungi diri dengan prokes.

Benar bahwa ada kegelisahan sebagian publik karena faktor penerapan pembatasan sosial. Bahkan ada yang menuntut pelonggaran atas PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Sayangnya, pada saat yang sama, semua pihak harus mengakui dan menerima fakta bahwa pandemi ini belum berakhir. Pada tingkat global, durasi pandemi yang tidak menentu ditunjukan oleh kurva penularan yang fluktuatif; menurun di kawasan tertentu, tetapi melonjak di kawasan lain.

Bahkan, karena tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir, sejumlah negara sudah menyatakan siap berdampingan hidup dengan virus corona. Namun, kesiapan itu harus didukung oleh sistem layanan kesehatan publik yang efektif merespons pasien yang terinfeksi COVID-19. Salah satu tolok ukur kemampuan itu adalah mencegah atau meminimalisir jumlah kematian pasien Corona.  Jika kematian akibat infeksi virus ini masih tinggi, itu pertanda sistem layanan kesehatan publik negara bersangkutan belum efektif.

Karena itu, setiap negara didorong untuk tidak gegabah dalam melonggarkan Prokes atau PPKM. Dalam konteks ini, pengalaman buruk Amerika Serikat (AS), Israel serta Inggris layak dijadikan contoh kasus pembelajaran. Pekan keempat April 2021, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pemerintah AS melonggarkan aturan prokes Covid-19.

Karena sudah banyak warga AS yang menerima vaksinasi, peraturan yang mewajibkan penggunaan masker di luar ruangan tidak lagi diwajibkan. Sebelumnya, Israel  juga mengumumkan kebijakan pelonggaran yang sama. Inggris pun cenderung melonggarkan ketentuan prokes selama berlangsungnya turnamen sepak bola Piala Eropa 2020.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan catatan terkait gelombang ketiga pandemi Covid-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News