Catatan Ketua MPR RI: Salah Kelola SDA di Masa Lalu Jangan Berulang

Oleh: Bambang Soesatyo

Catatan Ketua MPR RI: Salah Kelola SDA di Masa Lalu Jangan Berulang
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI

Pembaruan strategi dan rumusan kebijakan itu harus berorientasi pada pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan rakyat, dan menghadirkan nilai tambah yang prosesnya dilaksanakan di dalam negeri sendiri, bukan di negeri orang lain.

Jika ragam produk turunan dari nikel dan bauksit diproses di dalam negeri, multiplier effect atau dampak positifnya akan berlipat-lipat.

Utamanya, akan terwujud pendalaman struktur industri di dalam negeri dengan menerapkan strategi hilirisasi; dari yang sebelumnya hanya menghasilkan bahan baku (industri hulu), naik kelas menjadi produsen pembuat barang jadi (industri hilir).

Dampak lanjutannya, akan tercipta jutaan lapangan kerja baru.

Pendapatan negara dan daerah akan meningkat signifikan dari ekspor produk turunan nikel dan bauksit itu.

Presiden Joko Widodo telah memutuskan penghentian ekspor bahan mentah untuk nikel sejak 1 Januari 2020.

Kebijakan ini mendorong Uni Eropa (UE) mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Pada 22 Februari 2021, untuk kedua kalinya UE meminta pembentukan panel sengketa pada pertemuan reguler Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body-WTO).

Alih-alih mundur, presiden justru menegaskan bahwa kebijakan serupa juga akan diterapkan pada komoditas lainnya seperti bauksit hingga kelapa sawit.

Bisa dipahami jika banyak negara konsumen bahan mentah nikel dan bauksit marah karena pembaruan strategi dan kebijakan Indonesia pada dua komoditas dimaksud.

Namun, demi kepentingan nasional dan masa depan bangsa, harus dimunculkan keberanian menunjukkan keteguhan sikap dan pendirian Indonesia untuk memulai hilirisasi industri mengolah komoditas SDA.

Di masa lalu, Indonesia pernah keliru atau melakukan kesalahan dalam mengolah komoditas SDA, khususnya minyak mentah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News