Catatan Prof Djo seputar Pilkada Serentak 2017
jpnn.com, JAKARTA - Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, undang-undang terkait pemilihan kepala daerah telah beberapa kali direvisi.
Hingga kini menjadi UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Namun meski demikian, dalam praktik pelaksanaan pilkada serentak 2017, sejumlah kasus masih tetap mengemuka.
Bahkan masih terkait permasalahan yang sama, seperti terjadi dalam pelaksanaan pikada-pilkada sebelumnya.
"Misal dalam catatan saya, ada calon yang maju, dia tersangka atau terdakwa. Belum lagi kami mendengar (meski tak melihat langsung,red), ada mahar bila kandidat mau maju menggunakan ‘kendaraan’ partai politik',” ujar Djohermansyah pada evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak 2017, yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri ini juga mengatakan, masih menemukan masalah politik dinasti. Bahkan kini semakin berkembang.
Demikian juga pasangan calon tunggal, jumlahnya naik dari sebelumnya hanya diikuti tiga pasangan calon pada pilkada serentak 2015, menjadi sembilan pasangan calon.
"Ini tentu perlu diatur lebih tegas, kalau memang UU Pilkada akan disempurnakan. Memang sekarang waktunya singkat, karena Pilkada Serentak 2018 akan berlangsung pada Juni, makanya perlu program kilat dan permintaan dari pemerintah,” ucap pria yang akrab disapa Prof Djo ini.
Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, undang-undang terkait pemilihan kepala daerah telah beberapa kali direvisi.
- Guru Besar IPDN Berharap MK Menganulir Hasil Pilpres 2024
- Mantan Dirjen Otda Sebut 4 Kriteria Pj Gubernur DKI Jakarta, Mengarah ke Bahtiar
- Prof Djo Khawatir Ide Cak Imin Bakal Memicu Konflik Politik Skala Besar
- Prof Djo: Pilkada 2020 Bakal Menabrak 3 Teori
- Mulanya Pengurus PDIP Tingkat Desa, Winarti Kini Jadi Bupati
- Tingkat Partisipasi Pemilih di Daerah Ini Rendah