Cederai Perbedaan di Negeri yang Toleran
Minggu, 31 Juli 2011 – 15:22 WIB
Hampir tidak ada komunitas non-Eropa di negara-negara Nordic sebelum 1970-an dan 1980-an. Setelah itu, negara-negara tersebut justru dibanjiri ratusan ribu warga yang mengungsi dari zona konflik, seperti negara-negara bekas Yugoslavia, Somalia, atau Kurdistan.
Swedia, misalnya, menerima lebih banyak pengungsi dari Iraq setelah invasi pimpinan AS pada 2003 ketimbang jumlah pengungsi gabungan di seluruh negara besar Eropa. Itu didasarkan pada data Otoritas Migrasi Swedia.
Di Oslo, Norwegia, nama pertama yang paling banyak diberikan kepada bayi pada 2010 adalah Mohammed. Di Swedia dan Norwegia, porsi warga yang lahir di luar negeri (bukan asli Swedia atau Norwegia) saat ini mencapai lebih dari 10 persen. Di Denmark, rasionya mencapai 8 persen. Di Oslo kenaikan jumlah warga yang lahir di luar negeri itu sekitar 27 persen, sedangkan di area pinggir kota tertentu di Swedia malah mencapai lebih dari 80 persen.
Berawal di Denmark pada akhir 1990-an, kebangkitan kelompok kanan yang populis dan anti imigrasi tersebut agaknya tak bisa dibendung lagi. "Tetapi, saat itu perasaan xenophobia (ketakutan atau kebencian atas orang asing atau kultur berbeda) belum meningkat. Kadang malah turun," terang Ulf Bjereld, pakar politik di Gothenburg University, Swedia.
OSLO - Insiden pengeboman dan penembakan yang dilancarkan Anders Behring Breivik, 32, mengagetkan seluruh dunia. Pasalnya, Norwegia selama ini termasuk
BERITA TERKAIT
- Kemlu RI Berharap PM Israel Benjamin Netanyahu Segera Ditangkap
- Operasi Patkor Kastima 2024 Dimulai, Bea Cukai-JKDM Siap Jaga Kondusifitas Selat Malaka
- Hari Martabat dan Kebebasan, Simbol Ketahanan dan Harapan Rakyat Ukraina
- Gaza Menderita, Otoritas Palestina Tolak Rencana Israel Terkait Penyaluran Bantuan
- Indonesia Merapat ke BRICS, Dubes Kamala Tegaskan Sikap Amerika
- Ngebet Usir Imigran, Donald Trump Bakal Kerahkan Personel Militer