Cegah Stunting dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
Oleh: Agustina Doren, S.SIT
jpnn.com, JAKARTA - Kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang luar biasa di dunia saat ini.
Pada tahun 2017, sekitar 22,2 persen atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6 persen. Hal ini berdasarkan dari data dari Joint Child Malnutrition Eltimates, 2018.
Pada tahun 2017 terlihat lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia yakni 55 persen, sedangkan lebih dari sepertiganya yakni 39 persen tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan yakni 58,7 persen dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah: 0,9 persen.
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4 persen.
Stunting (kerdil)adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita yang mengalami stunting akan berdampak di masa yang akan datang dan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Selain itu juga kejadian stunting di indonesia dapat dilihat dari kondisi ibu. Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan.
Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah lagi ketika ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai.
Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan produktif.
- Mendagri Tito Ungkap Ada Program Stunting Anggarannya Rp 10 M, tetapi Sampai ke Rakyat Rp 2 M
- Salurkan 32.000 Telur untuk Ratusan Anak Terindikasi Stunting
- Menteri Kependudukan Petakan Daerah dengan Keluarga Berisiko Stunting
- JICT Bikin Terobosan Menekan Angka Stunting di Jakarta Utara
- Begini Cara Polri Kawal Program Pencegahan Stunting di Pelalawan
- Milklife Festival Keluarga Sehat Ajak Warga Kudus Berperan Cegah Stunting